Thursday, September 27, 2007

Al Mausu'ah Al Maktabah Al Syamilah

Untuk aktivis Bahtsul Masail, Mbah Kyai, Ustadz, Santri inilah perpustakaan sekaligus "perewangan" pencari ibarah yang handal, ialah Maktabah Syamilah 2.11 Kemampuan Utama software ini, diantaranya :

* Membuka kitab apapun dengan mudah berdasarkan Juz dan Halamannya.
* Bila sulit mencari kitabnya, ada dua pilihan, dicari berdasarkan urutan (index) huruf atau berdasarkan bidang ilmunya.
* Bila hanya tahu sedikit kata dari judulnya, misal Ihya Ulumiddin, maka cukup ketikkan Ihya, maka akan diantarkan daftar kitab yang di judulnya tertera kata Ihya.
* Mencari IBARAT. (Catatan : IBARAT adalah keterangan ayat / hadits / fatwa / pembahasan yang terkait dengan Jawaban yang dibutuhkan). Inilah kunci utama pentingnya software ini.

Pencarian itu dilakukan dengan memasukkan sebuah kata, dan software akan mencarinya di seluruh kitab.

1. Bila terlalu banyak hasil pencariannya, bisa pula dibatasi pada nama kitab tertentu saja atau pada bidang ilmu tertentu saja. Misalkan pembahasan Makmum Masbuq, bisa didapat dari Kitab-kitab di bidang Hadits, bidang Fiqih (Madzhab 4), dll.
2. Pencarian kata itu di dalam 1800 kitab bisa dilakukan, akan tetapi jelas memakan waktu dan mungkin tidak semuanya berkait langsung dengan yang diinginkan penanya.
3. Maka dengan membatasinya hanya pada Kitab Majmu' saja mungkin akan lebih mudah. Bisa juga diperluas sedikit dengan menambah daftar kita yg akan dituju ini. Atau bahkan lebih luas lagi, yakni di seluruh kitab fiqih dalam Madzhab Imam Syafi'iy.
4. Daerah pencarian juga bisa digabungkan dari bidang yang berbeda, misalnya dari bidang fiqih Madzhab Imam Syafi'iy ditambah Madzhab Imam Maliki, ditambah bidang Tafsir, dan bidang hadith dan lain-lain. Link:Pesantren Virtual
.

Baca Terusnya..

Sunday, September 23, 2007

Sebagian Keutamaan Ramadhan

Dari Salman Radlia Allah 'Anhu berkata: Rasulullah mengkhutbahi kami pada hari terakhir dari bulan Sya'ban, dan beliau bersabda: " Wahai manusia, sunggguh! Menaungi kalian bulan agung bulan penuh hikmah, di dalamnya terdapat satu malam yang lebih baik dari pada seribu bulan, Allah menjadikan puasanya sebagai kewajiban, dan tahajjudnya sebagai sunnah muakadah, barangsiapa taqarrub di dalamnya dengan melakukan satu kebajikan atau satu kewajiban maka ia seperti melakukannya 70 kali di bulan lainnya, yaitu bulan sabar dan pahala sabar adalah suarga, bulan ditambahkannya rizki orang mukmin. Barangsiapa memberi buka orang puasa pada bulan itu maka akan menjadi ampunan atas dosa-dosanya dan ia akan mendapat pahala orang berpuasa tersebut tanpa mengurangi apapun darinya."

Dari Abu Hurairah r.a ia berkata "bahwa Rasulullah bersabda": "Jika datang Ramadhan dibukalah pintu-pintu suarga dan dikunci pintu-pintu neraka dan para setanpun diborgol" ( Ghaniyah Syaikh Abdul Qodir Al Jilani)

Dari Abu Mas'ud Al Ghifary r.a ia mendengar Rasulullah SAW ketika terlihatnya hilal bulan Ramadhan bersabda: "Kalau saja hamba-hamba mengetahui keutamaan bulan Ramadhan niscaya akan berharap supaya Ramadhan berlangsung satu tahun penuh."

Baca Terusnya..

Friday, July 27, 2007

PERBEDAAN PRINSIPAL ANTARA I'TIQOD AHLUSSUNNAH WALJAMA'AH DAN SYI'AH

I'tiqod Ahlussunnah Waljama'ah:
1.Khalifah yang pertama Sayyidina Abu Bakar, kedua Sayyidina Umar bin Khattab,
ketiga Sayyidina Utsman bin 'Affan, keempat Sayyidina Ali bin Abi Thalib
Radliallohu 'anhum.
2.Khalifah boleh diangkat dengan musyawarah ahlulhall wal 'aqd
3.Khalifah orang biasa, tidak ma'shum dan tidak menerima wahyu.
4.Tidak mempercayai adanya Khalifah ghaib.
5.Kepercayaan kepada khalifah bukan rukun iman
6.Menerima hadits-hadits shahih baik rawinya dari ahli bait atau bukan.
7.Mashaf yang sah ialah mashaf Utsman.
8.Arti "Ahli bait" ialah famili-famili , termasuk istri-istri Nabi Muhammad
SAW.
9.Tidak menganut faham "wahdatul wujud".

I'tiqod Syi'ah:
1.Sayyidina Abu Bakar, Sayyidina Umar bin Khattab, Sayyidina Utsman bin 'Affan
Radliallohu 'anhum merampas kekhalifahan dari tangan Sayyidina Ali bin Abi Thalib
Kw, Imam yang pertama adalah Sayyidina Ali bin Abi Thalib Kw.
2.Imam harus ditunjuk oleh Nabi Muhammad SAW, dengan washiat.
3.Khalifah masih menerima wahyu dan ma'shum.
4.Percaya adanya Khalifah ghaib yang akan keluar pada akhir jaman.
5.Percaya kepada Imam adalah termasuk rukun iman.
6.Menolak hadits yang rawinya dari Bani Umayyah.
7.Mashaf yang sah ialah mashaf 'Ali.
8.Arti "ahli bait" hanyalah keturunan Sayyidina 'Ali dengan Sayyidatina Fatimah.
9.Menganut faham "wahdatul wujud".
Referensi : I'tiqod Ahussunnah Wal Jama'ah, K.H. Siradjuddin Abbas, hal 405
Hubungkan ke situs Yayasan Fatimah
.

Baca Terusnya..

Thursday, July 26, 2007

Ru'yah Hilal (Melihat Awal Bulan)

Diskripsi Masalah
Kecanggihan teknologi mampu meneliti hal-hal yang tidak bisa diteliti secara kasat mata. Belum hilang dalam ingatan kita tentang hari raya idul fitri 1427 H. kemarin, yang dilakukan oleh Rakyat Indonesia yang masih dalam satu organisasi. Hari raya tersebut mengalami perbedaan yang ditimbulkan oleh Tim Ru‎‎‎'yah PWNU Jawa Timur yang menyatakan bahwa dia sudah berhasil melihat Hilal bahkan sudah disumpah oleh hakim diwilayah itu. Namun PBNU mengabaikan laporan tersebut dengan alasan karena keterlambatan dalam melaporkan hasil ru‎‎'yah, setelah mengalami observasi denganberbagai macam teknologi, PBNU menyatakan bahwa apa yang telah dilihat oleh Tim Ru‎'yah Jawa Timur bukanlah Hilal melainkan planet-planet lain yang mendekati bumi, sehingga dari peristiwa tersebut pemerintah menghimbau bahwa Rakyat Indonesia harus mengikuti dan menetapi ketetapan pemerintah dalam penentuan awal bulan.
Pertanyaan
a.Siapakah yang berhak untuk menetapkan dan mengikhbarkan hasil ru‎'yah ?
b.Dalam persepektif fiqh apakah menjadi persyaratan mutlak peru'yah dan hakim yang menyumpah harus ahli hisab ?
c.Jika terjadi pertentangan antara teknologi dan ru‎'yah bil áin manakah yang harus didahulukan?
Jawaban
a.Yang berhak untuk menetapkan hasil ru’yah ( itsbat ) adalah imam atau orang-orang yang diberi mandat untuk itsbat, seperti Department Agama atau Hakim-hakim daerahAdapun yang berhak untuk mengikhbarkan hasil ru’yah adalah siapa saja yang merasa melihat Hilal atau orang yang menerima khabar tentang terlihatnya Hilal dari orang lain.
Sedangkan hukum ikhbarnya sebagai berikut :
Wajib, apabila hasil ru’yah sudah ditetapkan oleh pemerintah atau belum, namun mukhbirnya adalah dua orang yang adil dan mukhbarnya (yang diberi khabar) adalah Qodli dalam rangka proses syahadah
Boleh, apabila yang mengkhabarkan itu hanya satu orang adil atau dua orang tapi tidak adil dan dalam ikhbarnya tidak menimbulkan fitnah. Apabila menimbulkan fitnah, maka tidak boleh mengkhabarkan.


Referensi :

Al Umm Juz VII Hal. 94
Majmu’ Fatawi Li al Habib Abdillah bin Umar bin Yahya Alawy Hal. 110-111
Fatawi Yas-alunak Juz I Hal. 58
Fatawi al-Romli Juz. II hal. 72
Al-Fatawi al-Kubro Juz.II hal. 87
Ta’liqot Fathul al-Alam juz.IV hal. 20.
Al-Fiqh al-Islamy Juz.II hal.200.
Al-Fatawi al-Kubro Juz.II hal.57.
Irsyad Ahlu al-Millah. hal.168.
Majmu’ Fatawi Lilhabib Abdullah Ibnu Umar hal. 110-111
Al-Fiqh al-Islamy Juz.II hal.202-601.
Al-Qulyubi Juz.II hal 80.
Innaroh al-Dujja. hal.167.
Asna al Matholib Juz. IV Hal. 127

الأم - ج 7 ص 50
رؤية الهلال (قال الشافعي) قال الشافعي رحمه الله تعالى: ولا يلزم الامام الناس أن يصوموا إلا بشهادة عدلين فأكثر وكذلك لا يفطرون
فتاوى يسألونك - ج 1 ص 58
فمن المتفق عليه أن حكم الحاكم أو قرار ولي الأمر يرفع الخلاف في الأمور المختلف فيها فإذا أصدرت السلطة الشرعية المسؤولة عن إثبات الهلال في بلد إسلامي - المحكمة العليا أو دار الإفتاء أو رئاسة الشؤون الدينية - قراراً بالصوم أو الإفطار فعلى مسلمي ذلك البلد الطاعة والالتزام .
لأنها طاعة في المعروف وإن كان ذلك مخالفاً لما ثبت في بلد آخر ، فإن حكم الحاكم هنا رجح الرأي الذي يقول : إن لكل بلد رؤيته . وقد ثبت عن رسول الله صلى الله عليه وسلم أنه قال :( صوكم يوم تصومون وفطركم يوم تفطرون ) وفي لفظ ( وفطركم يوم تفطرون وأضحاكم يوم تضحون ) فتاوى معاصرة ج 2 ص223 .
مجموع فتاوي للحبيب عبد الله بن عمر بن يحيى العلوي ص 110-111
ما قولكم إذا رؤي الهلال ببلد وصام أهله ولم ير في بلد أخر وكان بينهما مسافة القصر هل يجب على أهله أن يصوموا ؟ (الجواب) ذكر في التحفة والنهاية والإمداد وفتح الجواد ما حاصله أن الكلام في هذه المسألة ينقسم قسمين : (الأول) لزوم الصوم على جميع الناس المصدق بالرؤية وغيره وشرطه أن يتحد مطلع البلدين أو البلدان وإن زاد بينهما على مسافة القصر ويعلم ذلك من أهل علم الفلك وأن يصدر حكم صحيح من حاكم ولايته عامة على البلدين أو البلدان فمتى اتحد المطالع وصدر الحكم بالرؤية ممن ذكر لزم الجميع الصوم وإن كان بينهم وبين بلد الرؤية مراحل عديدة (الثاني) أن لا تتحد مطالع بلد الرؤية والبلد الأخر أو تتحد لكن صدر الحكم بالرؤية من حاكم لا ولاية له على البلد الأخر ففي عدم اتحاد المطالع لا يجب الصوم على أهل البلدة التي لم ير فيها وإن اتحد الحاكم بها بل يلزم الصوم أهل بلد الرؤية فقط وفيما إذا اتحد المطلع ولم يتحد الحاكم بل كانت البلد الأخرى تحت قاض غير الحاكم بالرؤية ولم تثبت الرؤية عنده بحجة شرعية أو ليس لها قاض أصلا فلا يجب الصوم على صوم أهل تلك البلد بحكم قاضي بلد الرؤية لأنهم ليسوا تحت حكمه ويجب على من صدق الخبر بالرؤية بسماعه من الرائي أو سماعه من مبلغ عنه أو عن الحاكم بالرؤية ولايجب على من لم يصدق هذا حاصل ما ذكروه في المسألة باختصار
أسنى المطالب - ج 4 ص 127
( فإن نصب قاضيين في بلد وخصص كلا ) منهما ( بطرف ) منه ( أو زمان أو نوع من الخصومات جاز ) وفارق الإمام حيث لا يجوز تعدده بأن القاضيين إذا اختلفا قطع الإمام اختلافهما بخلاف الإمامين ( وكذا لو ) عمم و ( أثبت لكل ) منهما ( استقلالا ) بالحكم فإنه يجوز كالوكيلين والوصيين ( فإن شرط ) في توليتهما ( إجماع حكمهما بطلت ) ؛ لأن الخلاف يكثر في محل الاجتهاد فتتعطل الحكومات
( قوله كالوكيلين والوصيين ) ؛ ولأنه { صلى الله عليه وسلم بعث أبا موسى ومعاذا حاكمين إلى اليمن وأردفهما بعلي بن أبي طالب } ( قوله فإن شرط اجتماع حكمهما بطلت ) ينبغي أن يكون في الحكم التنجيزي فإن شرطه أنه متى حكم أحدهما فعلى الآخر تنفيذه جاز وأن يكون في المسائل المختلف فيها أما المتفق عليها فيقطع بالجواز وأن يكونا من المجتهدين أما المقلدان لإمام واحد فكذلك وأن يكون فيما إذا عم ولايتهما ، وأما إذا فوض إليهما معا الحكم في قضية واحدة فلا شك في الجواز فإن اتفقا على حكم فذاك وإلا فيرفعانها إلى من ولاهما





فتاوى الرملى الجزء الثاني ص72
(سئل) عن هلال رمضان إذا توقف ثبوته على الحكم فالرائي إذا أخبر والمخبر أخبر وهلم جرا مع العدالة خصوصا الأهل والمخدرات هل يتوقف صومهم على الثبوت أو يكفي ما تقدم ؟ (فأجاب) بأنه قد اعتبر حكم الحاكم لوجوب الصوم على العموم وإلا فمن أخبره موثوق بالرؤية واعتقد صدقه لزمه الصوم
تعليقات فتح العلام الجزء الرابع ص 20 (لمحمد الحجار)
وقد اختلفوا في ذلك على مذاهب ذكرها صاحب الفتح أحدها أنه يعتبر لأهل كل بلد رؤيتهم ولا يلزمهم رؤية غيرهم حكاه ابن المنذر عن عكرمة والقاسم بن محمد وسالم وإسحق وحكاه الترمذي عن أهل العلم ولم يحك سواه وحكاه الماوردي وجها في الشافعية وثانيها أنه لا يلزم أهل بلد رؤية غيرهم إلا إن يثبت ذلك عند الإمام الأعظم فيلزم الناس كلهم لأن البلاد في حقه كالبلد الواحد إذ حكمه نافذ في الجميع قاله ابن الماجشون وثالثها أنها إن تقاربت البلاد كان الحكم واحدا وإن تباعدت فوجهان لا يجب عند الأكثر قاله بعض الشافعية واختار أبو الطيب وطائفة الوجوب وحكاه البغوي عن الشافعي
الفتاوي الكبرى الجزء الثاني ص: 57
وقد أطلق الرافعي النقل عن الإمام وابن الصباغ فيما إذا أخبر به من يوثق أي ولم يثبت عند حاكم أنه لا يلزم المخبر بفتح الباء العمل بقول المخبر بكسرها إلا إذا بنينا على أنه من باب الرواية وهو ضعيف أما إذا بنينا على أنه من باب الشهادة وهو المعتمد في المذهب فلا يلزم المخبر العمل بقول المخبر ثم نقل الإمام ابن عبدان ومن وافقه القول بوجوب العمل بقول المخبر مطلقا ولم يرجح شيء منهما لكن قضية كلامه في النقل عن الإمام وابن الصباغ وتفريعه على ذلك وبناؤه على الوجهين في أنه من باب الرواية أو الشهادة كما ذكر تقتضي ترجيح ما قالاه أي في أن طريقه الشهادة دون الإخبار لقوله عليه الصلاة والسلام "فإن شهد ذو عدل فصوموا وافطروا" فثبت أنها شهادة ولأنه حكم شرعي فتعلق برؤية الهلال قال ويلزم من ذلك بناء على المعتمد عدم لزوم العمل بقول المخبر حيث لم يثبت عند حاكم شرعي كما تقدم وذلك موافق لما ذكره الأذرعي في التوسط حيث قال ولا أحسب أحدا ينازع في أن الحاكم لو أخبر رعيته أنه رأى الهلال أو الإمام العادل أنه لا يلزمهم الصوم إلا أن يشهد به عند قاض آخر بلفظ الشهادة انتهى جواب الإمام الصيرفي ويؤيده أيضا قول بعض المتأخرين أن قول الرائين في الصوم والفطر ليس بحجة على الغير إلا إذا أدى عند قاض أو محكم من جهة أهل البلد كلهم وقد قال الإمام شهاب الدين ابن العماد في توقيف الحكام لو أخبره عدل برؤية الهلال يوم الثلاثين من شعبان لم يلزم الصوم على الصوم تفريعا على أنه يسلك به مسلك الشهادة وهو الصحيح لأن ذلك يختص بمجلس الحكم ا هـ
مجموع فتاوي للحبيب عبد الله بن عمر بن يحيى العلوي ص 110-111
ما قولكم إذا رؤي الهلال ببلد وصام أهله ولم ير في بلد أخر وكان بينهما مسافة القصر هل يجب على أهله أن يصوموا ؟ (الجواب) ذكر في التحفة والنهاية والإمداد وفتح الجواد ما حاصله أن الكلام في هذه المسألة ينقسم قسمين : (الأول) لزوم الصوم على جميع الناس المصدق بالرؤية وغيره وشرطه أن يتحد مطلع البلدين أو البلدان وإن زاد بينهما على مسافة القصر ويعلم ذلك من أهل علم الفلك وأن يصدر حكم صحيح من حاكم ولايته عامة على البلدين أو البلدان فمتى اتحد المطالع وصدر الحكم بالرؤية ممن ذكر لزم الجميع الصوم وإن كان بينهم وبين بلد الرؤية مراحل عديدة (الثاني) أن لا تتحد مطالع بلد الرؤية والبلد الأخر أو تتحد لكن صدر الحكم بالرؤية من حاكم لا ولاية له على البلد الأخر ففي عدم اتحاد المطالع لا يجب الصوم على أهل البلدة التي لم ير فيها وإن اتحد الحاكم بها بل يلزم الصوم أهل بلد الرؤية فقط وفيما إذا اتحد المطلع ولم يتحد الحاكم بل كانت البلد الأخرى تحت قاض غير الحاكم بالرؤية ولم تثبت الرؤية عنده بحجة شرعية أو ليس لها قاض أصلا فلا يجب الصوم على صوم أهل تلك البلد بحكم قاضي بلد الرؤية لأنهم ليسوا تحت حكمه ويجب على من صدق الخبر بالرؤية بسماعه من الرائي أو سماعه من مبلغ عنه أو عن الحاكم بالرؤية ول ايجب على من لم يصدق هذا حاصل ما ذكروه في المسألة باختصار
القليوبي الجزء الثاني ص : 80
ومثل ذلك كما مر من صام بخبر من يثق به أو من صدقه ولو فاسقا أو بحسابه أو من صدقه أو رأى هلال شوال وحده لكن يندب لهؤلاء إخفاء فطرهم وللحاكم تعزير ما أظهره إن اطلع عليه وإذا ظن هذا وجب الإخفاء كما قاله العبادي فرع : تردد بعض مشايخنا في أنه هل يجب سؤال من ظن من الرؤية أو علم بحسابه فراجعه
الفتاوى الكبرى الجزء الثاني ص 87
وحيث قلنا بجواز الفطر أو وجوبه ولم يثبت عند الحاكم وجب إخفاؤه لئلا يتعرض لمخافته وعقوبته
الفقه الإسلامي الجزء الثاني ص:600
المالكية : ويجب على العدل أو العدلين رفع الأمر للحاكم أنه رأى الهلال ليفتح باب الشهادة ولأنه قد يكون الحاكم ممن يرى الثبوت بعدل أما هلال شوال فيثبت برؤية الجماعة الكثيرة الذى يؤمن تواطئها على الكذب يفيد خبرها العلم أو برؤية العدلين كما هو الشأن في اثبات هلال رمضان و لا يثبت الهلال بقول منجم اي حاسب يحسب سير القمر لا في حق نفسه ولا غيره لأن الشارع أناط الصوم والفطر والحج برؤية الهلال لا بوجوده إن فرض صحة قوله فالعمل بالمراصد الفلكية وان كانت صحيحة لا يجوز .
إرشاد أهل الملة ص : 168
اعلم أنك قد علمت أن الشهادة برؤية هلال رمضان أو هلال الفطر من قبيل الخبر الديني وأنها شبيهة برواية الأحاديث وأن كلا منهما لا يدخل تحت الحكم والإلزام وأن وجوب الصوم بعد أن يتحقق دخول رمضان ووجوب الفطر بعد أن يتحقق دخول شوال لا يتوقف واحد منهما على الحكم ولا على ثبوته لدى قاض-إلى أن قال- ومن هذا كله يتبين لك أن ما وقع من قاضي محكمة مركز الدار الشرعية صحيح شرعا في هلال الفطر ويجب العمل به على كل من بلغه ولو بالخبر التلغرافي الرسمي ويجب على كل من بلغه الخبر بطريق شرعي أن يبلغه ويخبر به غيره ويعلنه قياما بالواجب الديني كما يجب ذلك في رواية الأحاديث لأن كلا من الأمرين يتوقف عليه حكم ديني محض فإن الحديث المروي عن النبي  كما يجب تبليغه لكونه دليلا على حكم شرعي هو الوجوب أو الحرمة أو غير ذلك من الأحكام كذلك الخبر برؤية هلال رمضان يجب به الصوم ويحرم به الفطر والإخبار يرؤية هلال شوال يجب به الفطر ويحرم به الصوم وكل منهما يوجب حكما دينيا فوجب تبليغه أيضا والله أعلم.
الفقه الإسلامي الجزء الثاني ص:601-602
وقال الحنابلة: يقبل في اثبات هلال رمضان قول مكلف عدل واحدا ظاهرا وباطنا ذكرا او انثى حرا او عبدا ولو لم يقل: أشهد او شهدتأني رأيته فلا يقبل قول مميز ولا مستور الحال لعدم الثقة بقوله في الغيم والصحو ولو كان الرائى في جمع كثير ولم يره منهم غيره وليلهم الحديث المتقدم أنه صلى الله عليه وسلم صوم الناس بقول ابن عمر ولقبوله خبر الأعرابي السابق به ولأنه خبر ديني وهو أحوط ولا تهمة فيه بخلاف أخر الشهر ولاختلاف حال الرائي والمرئي فلو حكم حاكم بشهادة واحد عمل بها وجوبا ولا يعتبر لوجوب الصوم لفظ الشهادة ولا يختص بحاكم فيلزم الصوم من سمعه من عدل ولا يجب على من رأى الهلال إخبار الناس أو أن يذهب إلى القاضي أو إلى المسجد.
إنارة الدجا ص : 167
رابعها إخبار مخبر برؤية الهلال وإن لم يذكره عند القاضي مقيد بأحد أمرين كونه من غيره أي غير الموثوق به كالكافر والفاسق والصغير إن تر أي تعتقد غير كذبه أي صدقه لا إن اعتقد كذبه ولا إن كان غير موثوق به وبالجملة فالمدر على أحد الأمرين كون المخبر موثوقا به أو اعتقاد صدقه قال الشرقاوي ولو رآه أي هلال رمضان فاسق جهل الحاكم فسقه جاز الإقدام على الشهادة بل وجب إن توقف ثبوت الصوم عليها.

b.Orang yang ru’yah dan Hakim itu tidak disyaratkan harus ahli hisab kecuali menurut Imam Subky yang mensyaratkan seorang Hakim harus ahli hisab. Hanya saja, sebaiknya bagi Hakim menguasai ilmu tersebut dan bagi peru’yah dalam syahadahnya harus mampu mengklarifikasikan posisi hilal secara detail.
Referensi :

Irsyad Ahlu al-Millah. hal 169.
Al-‘alam al-Manstur Fi Itsbat al-Syuhur. Hal.68.
Mugni al-Muhtaj Juz.II hal.143-144
Ihlas al-Nawi Juz I hal. 357
Irsyad Ahlu al-Millah. hal.200
Mizanu al-I’tidal hal. 32-33


إرشاد أهل الملة ص : 129
ولا شك أن مذهب الشافعية من حيث الإكتفاء بشهادة العدل الواحد في ثبوت هلال رمضان وشوال والأضحى وكل شهر اشتمل على عبادة بالنظر إليها منطبق كل الإنطباق على القواعد الأصولية ولما دلت عليه الأحاديث الصحيحة المقدمة على أنهم اعتبروا الخبر شهادة تؤدي عند الحاكم فلذلك شرطوا في العدل أن يكون ذكرا حرا ولفظ الشهادة ومجلس القضاء وحكم القاضي في ثبوت الهلال ووجوب الصوم أو الفطر على غير من رأى ومن لم يخبره من رأى ولعلى ذلك لأنهم راعوا ما في هذا الخبر من شبه الشهادة لما فيه من الإلزام على الغير في الجملة وإن كان الإلزام هنا عاما لا يخص واحدا معينا وهو إلزام على الشاهد أولا وعلى غيره تبعا على أنه لا إلزام من قبل الشاهد إنما الإلزام جاء من جهة الإلزام المكلف شريعة المصطفى صلعم ويستوي في ذلك الشاهد والقاضي وغيرها كما لا يخفى كما أن الأحاديث التي وردت في ذلك لا تدل على اشتراط شيئ سوى العدالة.
مغني المحتاج الجزء الثاني ص : 143-144
وعبارة الروياني وصفة الشهادة على الهلال أن يقول رأيته في ناحية المغرب ويذكر صغره وكبره وتدويره وتقديره وأنه بحذاء الشمس أو في جانب منها وأن ظهره إلى الجنوب أو الشمال وأنه كان في السماء غيم أو لم يكن وفائدة التنصيص على ذلك الاحتياط حتى إذا رئي في الليلة الثانية ولم يكن بهذه الصفات بان كذب الشاهد لأن الهلال في الليلة الثانية لا يتحول عن صفاته التي طلع عليها بالأمس وإن خالف في ذلك ابن أبي الدم فقال لا يجوز أن يقول أشهد أني رأيت الهلال لأنها شهادة على فعل نفسه بل طريقه أن يشهد بطلوع الهلال أو على أن الليلة من رمضان مثلا ونحو ذلك ويدل للأول المعتمد قبول شهادة المرضعة إذا قالت أشهد أني أرضعته على الأصح واعلم أن رمضان قد يثبت بواحد وقد يثبت بأكثر وحينئذ فالأولى التعبير ب "يثبت" كما في المحرر ولا يأتي بالمبتدإ المشعر بالحصر نبه على ذلك الإسنوي .
إرشاد أهل الملة ص : 200
وينبغي للقاضي أن يكون له حظ من معرفة علم الهيئة أو يقلد من يثق به في ذلك ليكون على بصيرة مما يقبل في ذلك أو يرد ولا يتسرع وقد نقل عن محمد بن الحسن التميمي الجوهري في كتاب "أدب الشاهد" في قوله تعالى " فيقسمان بالله إن ارتبتم " أنه منسوخ وأن الإجماع على أن شهادة المرتاب به في شهادته غير مقبولة وللأصحاب فروع كثيرة تدل على ذلك وما نحن فيه أقوى من الريبة لأنه مستحيل عادة ولو شهد شاهدان عند حاكم أن هما رأيا فيلا بحضرتنا ونحن لا نراه كانت شهادتهما مردودة وحكم الحاكم بذلك مردودا كما صرح به الشيخ أبو حامد والقاضي أبو الطيب وإن كان ذلك أوضح من أن ينقل عن احد فإننا نقطع به ومما ينبغي للقاضي معرفته تسيير منازل الشمس والقمر وقربه وبعده منها ووقت مفارقته شعاعها وقوس الرؤية وهو قدر ارتفاعه عن الأفق وقوس النور وهو قدر ما في جرمه وقوس المكث وقالوا إذا كان قوس الرؤية ست درج وقوس النور تسع درج وقوس المكث تسع درج استحالت رؤيته ونعني بالاستحالة الاستحالة العادية وإن زادت كل واحدة من الثلاثة درجة أمكنت بعسر وكذلك إذا زاد اثنان دون الثالث وكلما حصلت الزيادة قوي الإمكان
العلم المنثور في إثبات الشهور ص 28 (الشيخ أبو الحسن تقي الدين السبكي)
وينبغي للقاضي أن يكون له حظ من معرفة علم الهيئة – إلى أن قال - ومما ينبغي للقاضي معرفته تسيير منازل الشمس والقمر وقربه وبعده منها- إلى أن قال – (ولا نقول نحن) أن ذلك واجب على القاضي مطلقا لأنه في الغالب يحمل الأمر على السلامة وحسن الظن بالشهود وأنهم ما شهدوا إلا بما رأوا وأنهم ما رأوا إلا وهو ممكن (وإنما الكلام) فيمن قامت عنده ريبة أو بلغه ما قاله الحساب في ذلك الوقت فإنه يجب عليه التثبت والنظر في ذلك ليعلم صحته أو عدمها وهو أمين الله على نفسه, فإذا انتفت عنه الريب وانشرح صدره أثبت (وإن) كان يقول مع دلائل الحساب القطعي أو القريب منه على عدم الإمكان أنه انشرح صدر فهو أخرق
إخلاص الناوي الجزء الأول ص : 357
والمعتمد في المذهب الحنفي أن شرط وجوب الصوم والإفطار رؤية الهلال وأنه لاعبرة بقول المؤقتين ولو عدولا ومن رجع الى قولهم فقد خالف الشرع وذهب قوم منهم الى أنه يجوز أن يجتهد في ذلك ويعمل بقول أهل الحساب ومنع مالك من اعتماد الحساب في اثبات الهلال فقال أن الإمام الذي يعتمد على الحساب لايقتدى به ولا يتبع وبين أبو الوالد الباجي حكم صيام من اعتمد الحساب فقال فإن فعل ذلك أحد فالذي عندى أنه لا يعتد بما صام منه على الحساب ويرجع الى الرؤية وإكمال العدد فإن اقتضى ذلك قضاء شيء من صومه قضاه وذكر القرافي قولا أخر للملكية بجواز اعتماد الحساب في إثبات الأهلة
ميزان الإعتدال ص 32 - 33
فصل قال السبكي في علم المنثور ومما يجب للقاضي معرفته تيسير منازل الشمس والقمر وقربه وبعده منها ووقت مفارقته شعاعها وقوس الرؤية وهو قدر ارتفاعه عن الأفق وقوس النور وهو ما في جرمه وقوس المكث اهـ (وقالوا) اذا كان قوس الرؤية ست درج وقوس النور تسع درج وقوس المكث تسع درج استحالت رؤيته ونعني بالاستحالة استحالة العادة وان زادت كل واحد من الثلاثة درجة امكنت بعشر وكذلك اذا زاد اثنان دون الثالث وكل ما حصلت الزيادة قوى الامكان ويحتاج الى النظر ايضا في صفاء الجو وكدورته وكون الهلال في جهة الشمال او جهة الجنوب واختلاف مطالعه ومطالع البروج ومغاربها ( ولا نقول ) نحن أن ذلك واجب على القاضي مطلقا لانه في الغالب يحمل الامر على السلامة وحسن الظن بالشهود وانهم ما شهدوا الا بما رأوا وانهم ما رأو الا وهو ممكن ( وانما ) الكلام فيمن قامت عنده ريبة او بلغه ما قاله الحساب في ذلك الوقت فانه يجب عليه التثبيت والنظر في ذلك ليعلم صحته او عدمها وهو أمين الله على نفسه فاذا انتفت الريب وانشرح صدره اثبت وان كان يقول مع دلائل الحساب القطعي والقريب منه على عدم الامكان انه انشرح صدره فهو احرق اهـ كلام السبكي


c.Kalau yang dimaksud adalah pertentangan antara ru’yah bil ‘ain tanpa alat bantu dengan ru’yah bil ‘ain yang disertai alat bantu (teropong), maka tidak ada yang dimenangkan (bila terjadi ru’yah, maka sama-sama bisa dipakai)
Namun bila yang dimaksud adalah pertentangan antara ru’yah bil ‘ain dengan teknologi hisab melalui ilmu astronomi, maka yang dimenangkan adalah ru’yah bil ‘ain, kecuali menurut Imam Subky
Catatan : Alat bantu ru’yah (teropong) itu hukumnya bisa disamakan dengan ru’yah bil ‘ain apabila kecanggihannya tidak sampai setara dengan kemampuan melihatnya orang yang hadidul bashor (sangat tajam mata penglihatannya).
Referensi :
Irsyad Ahlu al-Millah. hal 204.
Bugyah al-Mustarsyidin. hal. 109-110.
Al-Tarmasi. Juz.IV hal.158.
Fiqih Syiam. hal.30.
Al-Syarwani. Juz.IV hal.491


إرشاد أهل الملة ص : 204
فائدة: تقبل شهادة الرائى للهلال ولو رأى بالنظارة المعظمة متى كان الهلال من شأنه أن يرى لغير حديد البصر جدا عندنا لأن المرئي بواسطتها هو عين الهلال إنما وظيفتها أنها تساعد البصر على رؤية الأشياء البعيدة أو الصعيرة مما لا تمكن رؤيته بدونها فلا مانع حينئذ من الترائي الهلال الآن من الرصدخانة المصرية وغيرها بواسطة ما فيها من النظارات المجسمة وأما ما قاله مشايخنا من عدم التعويل على رؤيته في الماء أم من وراء زجاج فمحمول على أن المرئي مثال الهلال لا عين الهلال لأن رؤية الهلال في الماء أو من وراء الزجاج إنما هي بطريق الإنعكاس فلا يكون المرئي حينئذ عين الهلال بل المرئي قد يكون صورة كوكب انعكست إلى الماء أو الزجاج فيأخذ الشكل الحقيقي فلا تقبل الشهادة لاحتمال أنه تشكل في الماء أو الزجاج بشكل الهلال فرئي بصورة قوس صغير وليس هو الهلال وأما الرؤية بواسطة النظارات المعظمة فهي كالرؤية بالعين بلا فرق كما يعلم ذلك عند استعمال نظارة القراءة والله الموفق لما فيه السداد .
الترمسي الجزء الرابع ص : 158
أو برؤية عدل واحد الهلال أي هلال رمضان بعد الغروب لا بواسطة نحو مرآة على ما في التحفة وتوقف فيه السيد عمر لأنها رؤية ولو بتوسط آلة
الشرواني الجزء الرابع ص : 491
(أو رؤية الهلال) بعد الغروب لا بواسطة نحو مرآة كما هو ظاهر ليلة الثلاثين منه بخلاف ما إذا لم ير وإن أطبق الغيم لخبر البخاري الذي لا يقبل تأويلا ولا مطعن في سنده يعتد به خلافا لمن زعمهما "صوموا لرؤيته وأفطروا لرؤيته فإن غم عليكم فأكملوا عدة شعبان ثلاثين" (قوله لا بواسطة) الأولى بلا واسطة (قوله لا بواسطة نحو مرآة) قد يتوقف فيه لأنها رؤية ولو بتوسط آلة بصري ويؤيده ما يأتي عن سم في مسألة الغيم وكفاية ظن دخول رمضان بالاجتهاد كما يأتي (قوله نحو مرآة) أي كالماء والبلور الذي يقرب البعيد ويكبر الصغير في النظر .
بغية المسترشدين ص 109 - 110 دار الفكر
(مسئلة ش) إذا لم يسند القاضى فى ثبوت رمضان إلى حجة شرعية بل بمجرد تهور وعدم ضبط كان يوم شك وقضاؤه واجب إذا بان رمضان حتى علىمن صامه إلا إن كان عاميا ظن حكم الحاكم يجوز بل يوجب الصوم فيجزيه فيما يظهر إهـ (مسئلة ك) يجوز للمنجم وهو من يرى أن أول الشهر طلوع النجم الفلانى والحاسب وهو من يعتمد منازل القمر وتقدير سيره العمل بمقتضى ذلك لكن لا يجزيهما عن رمضان لو ثبت كونه منه بل يجوز لهما الإقدام فقط قاله فى التحفة والفتح وصحح ابن الرفعة فى الكفاية الإجزاء وصوبه الزركشى والسبكى واعتمده فى الأيعابب والخطيب بل اعتمد م ر تبعا لوالده الوجوب عليهما وعلى من اعتقد صدقهما وعلى هذا يثبت الهلال بالحساب كالرؤية للحساب ومن صدقه وهذه الآراء قريبة التكافؤ فيجوز تقليد كل منها والذى يظهر أوسطها وهو الجواز الإجزاء نعم إن عارض الحساب الرؤية فالعمل عليها لا عليه على كل قول
فقه الصيام 30 دار الفكر
فقد ذكر السبكي في فتاواه أن الحساب اذا نفى امكان الرؤية البصيرة فالواجب على القاضي ان يرد شهادة الشهود , قال : لان الجساب قطعي والشهادة والخبر ظنيان والظن لا يعارض القطع فضلا أن يقدم عليه .

Baca Terusnya..

Lumpur La[indo, Siapa Yang Bertanggungjawab?

Deskripsi Masalah
Lumpur panas, itulah sajian berita yang sering memadati media cetak maupun elektronik. Lumpur yang kian hari kian deras bahkan diperkirakan lebih dari separuh kota Porong telah menjadi lautan lumpur. Kerugian yang ditimbulkan tidak sedikit jumlahnya, baik kerugian material maupun jiwa. Enam bulan lebih warga dibuat resah, seakan menjadi momok yang siap menelan mereka.
Pertanyaan
a.Siapakah yang wajib menangggung semua kerugian atas musibah Lumpur tersebut (Lapindo atau pemerintah)
b.Kerugian saat kapankah yang wajib ditanggung (pra atau pasca tanggul jebol) ? Mengingat adanya musibah tersebut sudah ditangggulangi, namun tetap berlanjut sampai sekarang!
c.Bentuk kerugian apa saja yang wajib diganti? (apakah biaya hidup dan fasilitas umum juga termasuk)
PP Salafiyah Sladi Pasuruan
Jawaban
a.Jika dalam hal ini dianggap murni sebagai musibah, maka tidak ada yang bertanggung jawab. Jika dianggap terdpat kecerobohan, maka yang bertanggung jawab adalah pihak-pihak yang dianggap ceroboh, dalam hal ini bisa pihak mubasyir atau pihak mutasabbib, atau keduanya.
Catatan : untuk menentukan siapa yang dianggap melakukan kecerobohan diserahkan kepada ahlinya.
Referensi
1.Bughyah al-Mustarsyidin hal. 60
2.Al-Fiqh al-Islami juz VI hal. 245-248.
3.Tuhfah al-Muhtaj juz VI hal. 205-206.
Ibarot :

1.بغية المسترشدين ص: 142
(مسئلة ب) احدث في ملكه حفرة يصب فيها ماء ميزاب من داره لم يمنع منه وان تضرر جاره برائحة الماء مالم يتولد منه مبيح التيمم اذ للمالك ان يتصرف في ملكه بما شاء وان تضرر بالغير بقيده المذكور وكذا ان أضر بملك الغير بشرط ان لا يخالف العادة في تصرفه كان وسع الحفرة او حبس ماءها وانتشرت النداوة الى جداره والا منع وضمن ما يتولد منه بسبب ذلك .
2.الفقه الإسلامي الجزء السادس ص: 245-248
مسألة المباشر والمتسبب . أولا ضمان المباشر وحده المباشر هو الذي حصل الضرر بفعله بلا واسطة تدخل فعل شخص آخر مختار ويكون مسؤولا عن فعله في ضوء قاعدتين عند الحنفية هما المباشر ضامن وإن لم يعتمد – إلى أن قال – إذا اجتمع المباشر والمتسبب يضاف الحكم إلى المباشر يلزم المباشر بالضمان أو المسؤولية إذا كان هو المؤثر الأقوى في إحداث العدوان وكان دور السبب ضعيفا لا يعمل بانفراده في الهلاك . ثانيا ضمان المتسبب وحده المتسبب هو الذي يحدث أمرا يؤدي إلى تلف شيء آخر حسب العادة إلا أن التلف مباشرة لا يقع منه وإنما بواسطة أخرى هي فل فاعل مختار ويضمن المتسبب وحده إذا كان متعديا عملا بقاعدة المسبب لا يضمن إلا بالتعدي سواء كان بقصد أم لا أو بقاعدة يضاف الفعل إلى المتسبب إن لم يتحلل واسطة وذلك إذا تعذر تضمين المباشر لكونه غير مسؤول أو غير موجود أو غير معروف أو كان فعل المسبب أقوى من المباشرة . ثالثا تضمين المتسبب مع المباشر معا يضمن المتسبب مع المباشر إذا كان للسبب تأثير يعمل بانفراده في الإتلاف متى انفرد عن المباشر أي إذا تعادلت قوة التسبب والمباشرة أو اعتدل السبب والمباشر بأن تساويا أثرهما في الفعل كان المتسبب والمباشر مسؤولين معا عن القتل كأن اجتمع عى قيادة دابة سائق وراكب عليها فما أحدثته من تلف كان الضمان عليهما لأن سوق الدابة وحده يؤدي إلى التلف وإن لم يكن هناك شخص راكب عليها .
3.تحفة المحتاج الجزء السادس ص:205-206
(ويتصرف كل واحد) من الملاك (في ملكه على العادة) وإن أضر جاره كأن سقط بسبب حفره المعتاد جدار جاره أو تغير بحشه بئره ; لأن المنع من ذلك ضرر لا جابر له (فإن تعدى) في تصرفه بملكه العادة (ضمن) ما تولد منه قطعا أو ظنا قويا كأن شهد به خبيران كما هو ظاهر لتقصيره .

b.Semua kerugian akibat luberan lumpur, baik sebelum atau setelah tanggul jebol, selama luberan lumpur tersebut akibat dari kecerobohan (ta'addi).
Referensi
1.Idem ibarot sub. A
2.Al-Mausu'ah al-Fiqhiyyah juz XXVIII hal. 226.
Ibarot :
1.الموسوعة الجزء الثامن والعشرون ص 226
تتابع الأضرار إذا ترتبت على السبب الواحد أضرار متعددة فالحكم أن المتعدي المتسبب يضمن جميع الأضرار المترتبة على تسببه ما دام أثر تسببه باقيا لم ينقطع فإن انقطع بتسبب آخر لم يضمن فمن صور ذلك عند الحنفية أ - سقط حائط إنسان على حائط إنسان آخر وسقط الحائط الثاني على رجل فقتله كان ضمان الحائط الثاني والقتيل على صاحب الحائط الأول لأن تسبب حائطه لم ينقطع فإن عثر إنسان بأنقاض الحائط الثاني فانكسر لم يضمن الأول لأن التفريغ ليس عليه ولا يضمن صاحب الحائط الثاني إلا إذا علم بسقوط حائطه ولم ينقل ترابه في مدة تسع النقل ب - لو أشهد على حائطه بالميل فلم ينقضه صاحبه حتى سقط فقتل إنسانا وعثر بالأنقاض شخص فعطب وعطب آخر بالقتيل كان ضمان القتيل الأول وعطب الثاني على صاحب الحائط الأول لأن الحائط وأنقاضه مطلوبان منه أما التلف الحاصل بالقتيل الأول فليس عليه لأن نقله ليس مطلوبا منه بل هو لأولياء القتيل .

c.Semua yang ada nilainya (mutaqawwam) wajib untuk ditanggung, baik milik pribadi atau fasilitas umum.
Referensi
1.Idem ibarot sub. A
2.Al-Fatawi al-Kubra al-Fiqhiyyah juz III hal. 92
3.Al-Syarwani juz VII hal. 335.
4.Al-Fiqh al-Islami juz
1.الفتاوى الكبرى الفقهية الجزء الثالث ص 92
(وسئل) لو أتلف زرعا لغيره أول خروجه أو ثمرا كذلك بحيث يكون لا قيمة له أو له قيمة قليلة ولو بقي إلى وقت كماله لتضاعفت قيمته فماذا يجب عليه فيما أتلفه هل يجب عليه قيمته لو بقي إلى حالة كماله كما قال بذلك إسماعيل الحضرمي صاحب ثمرة الروضة أو الواجب غير ذلك ؟ (فأجاب) بأنه إذا أتلف ما لا قيمة له لا شيء عليه سوى التعزير أو ماله قيمة قليلة لزمه قيمته عند تلفه ولا نظر إلى أنه لو بقي إلى وقت كماله لتضاعفت قيمته لأن النظر في قيمة المتلف إنما هو إلى وقت إتلافه كما صرحوا به قالوا ولا عبرة بالزيادة بعد التلف كما لا عبرة بالنقص بالكساد وما نقل عن إسماعيل الحضرمي مما يخالف ذلك اختيار له غريب أو شاذ فلا يعول عليه والله أعلم
2.الشرواني الجزء السابع ص 335
ومنفعة المسجد والرباط والمدرسة كمنفعة الحر فإذا وضع فيه متاعه وأغلقه لزمه أجرة جميعه تصرف لمصالحه فإن لم يغلقه ضمن أجرة موضع متاعه فقط وإن أبيح وضعه أو لم يكن فيه تضييق على المصلين أو كان مهجورا لا يصلي أحد فيه على ما اقتضاه إطلاقهم وكذا الشوارع وعرفة ومنى ومزدلفة وأرض وقفت لدفن الموتى وإطلاقهم ذلك كله مشكل جدا فالذي يتجه أنه ينبغي أن يقيد ما ذكر في نحو المسجد بما إذا شغله بمتاع لا يعتاد الجالس فيه وضعه فيه ولا مصلحة للمسجد في وضعه فيه زمنا لمثله أجرة بخلاف متاع يحتاج نحو المصلي أو المعتكف لوضعه وفي نحو عرفة بما إذا شغله وقت احتياج الناس له في النسك بما لا يحتاج إليه ألبتة حتى ضيق على الناس وأضرهم به وحينئذ يصرف الإمام أو نائبه ما لزمه في مصالح المسلمين إلا في الأرض الموقوفة للدفن فلمصالحها كالمسجد ونحو الرباط فيما يظهر
(قوله كمنفعة الحر) يؤخذ منه أنه لو لم يضع فيه شيئا وأغلقه لم يلزمه أجرته كما لو حبس الحر ولم يستعمله ا هـ سم أي كما صرح به النهاية والمغني(قوله فإذا وضع فيه إلخ) أي في نحو المسجد(قوله وإن أبيح إلخ) غاية ا هـ ع ش(قوله وإن أبيح وضعه) انظره مع قوله الآتي قريبا ويؤخذ من ذلك أن كل ما جاز لا أجرة فيه ا هـ سم أقول ما هنا مجرد حكاية لما اقتضاه إطلاقهم ومعتمده ما يأتي فلا منافاة(قوله وكذا الشوارع إلخ) أي حكمها ما تقدم في المسجد ا هـ ع ش(قوله بما إذا شغله بمتاع لا يعتاد إلخ) أفهم أن شغله بغير ذلك حرام وتجب فيه الأجرة ومنه ما اعتيد كثيرا من بيع الكتب بالجامع الأزهر فيحرم إن حصل به تضييق وتجب الأجرة إن شغله بها مدة تقابل بأجرة ا هـ ع ش (قوله ولا مصلحة إلخ) يتأمل تصوير مفهومه(قوله وفي نحو عرفة إلخ) عطف على في نحو المسجد إلخ (قوله في مصالح المسلمين) ينبغي أنه لو احتاجت إليه مصالح نحو عرفة قدمت وعلى هذا فقد يقال ينبغي إذا لم يحتج إليه في الحال أن يحفظ لتوقع الاحتياج في المستقبل ا هـ سم
3.الفقه الإسلامى وأدلته الجزء الخامس ص 745
المطلب الثانى شروط إيجاب الضمان بالإتلاف أن يكون الشئ المتلف مالا فلا ضمان بإتلاف الميتة وجلدها والدم والتراب العادى والكلب والسرجين النجس ونحوهما مما ليس بمال عرفا وشرعا أن يكون متقوما بالنسبة للمتلف عليه والمتقوم هنا ما يباح الإنتفاع شرعا فى غير حال الإضطرار فلا ضمان بإتلاف خمر أو خنزير لمسلم سواء أكان المتلف مسلما أم ذميا لعدم تقوم الخمر والخنزير فى حق المسلم إذ لا يباح له الإنتفاع بها شرعا فلا قيمة لها ولا ضمان كذلك بتحريق كتب الفسق والضلال لاشتمالها على الكذب ولإلحاقها ضررابعقيدة الناس ووحدتهم فيجب إتلافها وإعدامها وهى أولى بالإتلاف من اتلاف آلة اللهو والمعازف واتلاف آنية الخمر الذى أمر به رسول الله  فإن ضررها أعظم من ضرر هذه ولا ضمان فيها كما لا ضمان فى كسر أوانى الخمر وشق زقاقها (اى ظروفها وأوعيتها) وقد حرق الصحابة جميع المصاحف المخالفة للمصحف الموحد الخط وهو مصحف عثمان لما خافوا على الأمة من الإختلاف فى التلاوة لاختلاف اللهجات وطرائق النطق
.

Baca Terusnya..

Sunday, July 1, 2007

Polisi Cepek

Deskripsi Masalah :
Besarnya curah hujan di beberapa wilayah Indonesia, ternyata berdampak besar pada dunia transportasi. Mulai dari banjir yang menggenangi beberapa kota, jalan-jalan yang berlubang, sampai jebolnya beberapa jembatan. Keadaan demikian dimanfaatkan beberapa warga untuk memberikan jasa pengaturan lalulintas yang seringnya diikuti adanya penarikan uang, walaupun tidak mengikat.
Pertanyaan :
a.Bagaimana pandangan Fiqh tentang pengaturan jalan oleh sebagian warga (semisal
karena jebolnya salah satu sisi jembatan) ?
b.Bagaimana hukum penarikan uang semisal pada kasus diatas ? dan atas nama apa ?

Jawaban
a. Pada dasarnya pengaturan jalan raya merupakan wewenang Pemerintah, namun bila
terdapat kemungkaran atau penggunaan jalan yang menyebabkan dloror kepada orang
lain, masyarakat boleh menanganinya dengan pertimbangan :
Ø Tidak ada penanganan langsung dari pemerintah.
Ø Dilakukan demi kemaslahatan dan untuk menghilangkan kemudlorotan.

Referensi:
1.Fiqih al-Islamy Juz.VI hal.4677
2.Fiqih al-Islamy Juz VI hal.4650.
3.Fiqih al-Islamy Juz.VI hal.4665
4.Ihya’ Ulum al-Din Juz II hal. 174
5.Ahkam al-Syulthoniah. Hal.237.

فقه الإسلامي الجزء السادس ص 4677
حق المرور هو حق أن يصل الإنسان إلى ملكه دارا أو أرضا بطريق يمر فيه سواء أكان من طريق عام أو من طريق خاص مملوك له أو لغيره أو لهما معا وحكمه يختلف بحسب نوع الطريق فإن كان الطريق عاما فلكل إنسان حق الإنتفاع به لأنه من المباحات سواء بالمرور أو بفتح نافذة أو طريق فرعي عليه أو إنشاء شرفة ونحوها وله إيقاف الدواب أو السيارات أو إنشاء مركز للبيع والشراء ولا يتقيد إلا بشرطين الأول السلامة وعدم الإضرار بالأخرين إذ لا ضرر ولا ضرار الثاني الإذن فيه من الحاكم فإن أضر المار أو المنتفع بالأخرين كأن أعاق المرور منع وإن لم يترتب على فعله ضرر جاز بشرط إذن الحاكم عند أبي حنيفة ولا يشترط الإذن عند الصاحيبين على ما سأبين في حق التعالي كذلك لا يشترط إذن الإمام عند الشافعية والحنابلة كقوله عليه الصلاة والسلام من سبق إلى ما لم يسبق إليه مسلم فهو أحق به.
فقه الإسلامي الجزء السادس ص : 4665
وليس للحاكم منع أحد من الإنتفاع بكل الوجوه إذا لم يضر الفعل بالنهر او بالغير أو بالجماعة كما هو بالإنتفاع في الطرق أو المرافق العامة فإذا أضر فلكل واحد من المسلمين منعه أو الحد من تصرفه لإزالة الضرر لأنه حق لعامة المسلمين وإباحة التصرف في حقهم مشروطة بانتفاء الضرر كالإنتفاع بالمرافق العامة إذ لا ضرر ولا ضرار.
أحكام السلطانية ص : 237
وأما القسم الثالث وهو ما اختص بأفنية الشوارع والطرق فهو موقوف على نظر السلطان وفي نظره وجهان: أحدهما أن نظره فيه مقصور على كفهم عن التعدي ومنعهم من الإضرار والإصلاح بينهم عند التشاجر وليس له أن يقيم جالسا ولا أن يقدم مؤخرا ويكون السابق إلى المكان أحق به من المسبوق. والوجه الثاني أن نظره فيه نظر مجتهد فيما يراه صلاحا في إجلاس من يجلسه ومنع من يمنعه وتقديم من يقدمه كما يجتهد في أموال بيت المال وإقطاع الموات ولا يجعل السابق أحق وليس له على الوجهين أن يأخذ منهم على الجلوس أجرا. وإذا تركهم على التراضي كان السابق منهما إلى المكان أحق به من المسبوق فإذا انصرف عنه كان هو وغيره من الغد فيه سواء يراعى فيه السابق إليه وقال مالك: إذا عرف أحدهم بمكان وصار به مشهورا كان أحق به من غيره قطعا للتنازع وحسما للتشاجر واعتبار هذا وإن كان له في المصلحة وجه يخرجه عن حكم الإباحة إلى حكم الملك .
فقه الإسلامي الجزء السادس ص 4560
لحقوق الإرتفاق أحكام عامة وخاصة فأحكامها العامة أنها إذا ثبتت تبقى مالم يترتب على بقائها ضرر بالغير فإن ترتب عليها ضرر أو أذى وجب إزالتها فيزال السيل القذر في الطريق العام ويمنع حق الشرب إذا أضر بالمنتفعين ويمنع سير السيارة في الشارع العام إذا ترتب عليها ضرر كالسير بسرعة فائقة أو في الإتجاه المعاكس عملا بالحديث النبوي لا ضرر ولا ضرار ولأن المرور في الطريق العام مقيد بشرط السلامة فيما يمكن الإحتراز عنه ولأن الضرر لا يكون قديما.
احياء علوم الدين ج 2 ص 174
فاما ترك مياه المطر والاوحال والثلوج فى الطرق من غير كسح فذلك منكر, ولكن ليس يختص به شخص معين الا الثلج الذي يحتص بطرحه على الطريق واحد , والماء الذي يجتمع على الطريق من ميزاب معني فعلى صاحبه على الخصوص كسح الطريق , ان كان من المطر فذلك حسبة عامة فعلى الولاة تكليف الناس القيام بها وليس للآحاد فيها الى الوعظ فقط

b. Hukum penarikan uang tersebut ditafshil :
Ø Apabila penarikan tersebut, diatas namakan upah dari jerih payah mereka maka
hukum memintanya adalah haram karena tidak adanya akad sehingga tidak berhak
dapat upah, kecuali kalau ada dugaan kuat thibu nafsin dari pemberi
Ø Apabila penarikan tersebut hanya sekedar meminta sumbangan maka hukumnya makruh
menurut pendapat muqobilul ashoh dengan tiga persyaratan :
-Tidak memaksa
-Tidak menjadikan peminta terhina
-Tidak menyakiti

Referensi :
1.Hasyiyatul al-Jamal. Juz III hal. 628
2.Majmu’ Syarh Muhaddzab Juz VI hal.239
3.Jawahiru al-Bukhori hal.163.
4.Fathu al-Allam Juz III hal.524-525.
حاشية الجمل ج 3 ص 628
ولو عمل لغيره عملا من غير استئجار ولا جعالة فدفع إليه مالا على ظن وجوبه عليه لم يحل للعامل وعليه أن يعلمه أولا أنه لا يجب عليه البذل ثم المقبول هبة لو أراد الدافع أن يهبه منه . ولو علم أنه لا يجب عليه البذل ودفعه إليه هدية حل ,
جواهر البخاري ص 163
قال النووي اتفق العلماء على النهي عن السؤال من غير ضرورة واختلف اصحابنا في مسئلة القادر على الكسب على الوجهين اصحهما انها حرام والثاني انها حلال بثلاثة شروط ان لا يذل نفسه لا يلح فى السؤال ولا يؤذي المسؤول فان فقد واحد فحرام بالاتفاق
مجموع الجزء السادس ص 239
السؤال للمحتاج العاجز عن الكسب فليس بحرام ولا مكروه صرح به الماوردي وهو ظاهر والله أعلم .
فتح العلام الجزء الثالث ص 524-525
وكذا لو علم أنه إنما أعطاه لباعث الإلحاح أو الحياء منه أو من الحاضرين ولولاه لما أعطاه فهو حرام يلزمه رده ويكره السؤال بوجه الله ما يتعلق بالدنيا لا ما يتعلق بالأخرة كتعليم خير-إلى أن قال- حكم إعطاء السائل في المسجد والسؤال فيه ولا يكره إعطاء السائل في المسجد بل هو قربة يثاب عليها وإن كان السؤال فيه مكروها كراهة تنزيه ما لم تدع إليه ضرورة والا انتفت الكراهه ومثل السؤال التعرض له ومنه ما جرت به العادة من القراءة في المساجد في أوقات الصلاة ليتصدق عليهم أفاد ذلك الشبراملسي

Baca Terusnya..

Amalan Wirid

Diskripsi Masalah
Ada banyak cara yang ditempuh manusia untuk mendekatkan diri kepada Alloh, baik yang berbentuk amalan fardlu ataupun amalan-amalan sunnah yang lain. Puasa dan wirid adalah dua dari sekian banyak amalan yang sering kita lakukan cara mendapatkannya sangat bervariasi adakalanya diperoleh langsung dari seorang guru / mursyid dengan cara meminta atau diberi ( ijazah ), mendengar dari muballigh atau membaca dari sebuah kitab dan langsung mengamalkannya. Namun kedisiplinan seseorang dalam mengamalkannya terkadang juga mengalami keteledoran.
Pertanyaan
a. Berdosakah bagi orang yang telah dibai'at seorang mursyid thoriqoh atau yang meminta ijazah dari seorang guru bila tidak melaksanakan amalan ( Dzikir / Puasa ) yang telah dia dapat ?
b. Apakah kita boleh mengamalkan wirid-wirid yang kita pelajari dari kitab yang sama sekali belum pernah kita kenal dan kita pelajari sebelumnya ?
Jawaban
a. Mengabaikan sebuah amalan yang diperoleh melalui jalan baiat hukumnya :
Ø Berdosa, apabila dalam proses pembaiatan terdapat unsur sumpah atau nadzar
Ø Tidak berdosa apabila dalam proses pembaiatan tidak terdapat unsur diatas
Namun menurut ahli thoriqoh hukumnya berdosa secara muthlak.
Sedangkan mengabaikan amanat yang diperoleh melalui jalan ijazah hukumnya tidak berdosa

Referensi :

1. Al Mausu’ah al Fiqhiyyah Juz IX Hal. 275
2. Al Mausu’ah al Fiqhiyyah Juz IX Hal. 302-303
3. Al Fatawi al Hadisyyah Hal. 56

الموسوعة الفقهية ج 9 ص 275
ب - العهد : 4 - من معانيه في اللغة : كل ما عوهد الله عليه , وكل ما بين العباد من المواثيق . والعهد : الذي يكتب للولاة عند تقليدهم الأعمال , والجمع : عهود , وقد عهد إليه عهدا . والعهد : الموثق واليمين يحلف بها الرجل . تقول : علي عهد الله وميثاقه , وأخذت عليه عهد الله وميثاقه . فالبيعة نوع من العهود .
الفتاوي الحديثية ص 56
والأخذ عن مشاييخ متعددين يختلف الحال فيه بين من يريد التبرك ويبن من يريد التربية والسلوك فالأول يأخذ عمن شاء إذ لا حجر عليه وأما الثاني فيتعين عليه على مصطلح القوم السالمين من المحظور واللوم - حشرنا الله فس زمرتهم – أن لا يبتدئ الا بمن جذبه اليه حاله قهرا عليه بحيث اضمحلت نفسه لباهر ذلك الشيخ المحق وتخلت له عن شهواتها وارادتها فحينئذ يتعين عليه الإستمساك بهديه والدخول تحت جميع اوامره ونواهيه ورسومه حتى يصير كالميت بين يدي الغاسل يقليه كيف شاء فإن لم يجذبه حال الشيخ كذلك فليتحر اورع المشاييخ وأعرفهم بقوانين الشريعة والحقيقة ويدخل تحت إشارته ورسومه كذلك ومن ظفر بشيخ بالوصف الأول او الثاني فحرام عليه عندهم أن يتركه وينتقل الى غيره وان سولت نفسه أن غيره أكمل ....وإنما محل اختيار الأعرف الأعلم الأورع الأصلح في الإبتداء وأما بعد الدخول تحت حيطة عارف أهل فلا رخصة عن الخروج عنه
الموسوعة الفقهية - ج 1 ص 302-303
ثالثاً : الإجازة بمعنى الإذن بالإفتاء أو التّدريس «25 - أمّا الإجازة بمعنى الإفتاء أو التّدريس فلا يحلّ إجازة أحد للإفتاء أو تدريس العلوم الدّينيّة إلاّ أن يكون عالماً بالكتاب والسّنّة والآثار ووجوه الفقه واجتهاد الرّأي عدلاً موثوقاً به.» رابعاً : الإجازة بمعنى الإذن في الرّواية «26 - اختلف العلماء في حكم رواية الحديث بالإجازة والعمل به فذهب جماعة إلى المنع وهو إحدى الرّوايتين عن الشّافعيّ ، وحكي ذلك عن أبي طاهر الدّبّاس من أئمّة الحنفيّة ولكنّ الّذي استقرّ عليه العمل وقال به جماهير أهل العلم من أهل الحديث وغيرهم القول بتجويز الإجازة وإباحة الرّواية بها ، ووجوب العمل بالمرويّ بها.27 - وتستحسن الإجازة برواية الحديث إذا كان المجيز عالماً بما يجيز ، والمجاز له من أهل العلم ، لأنّها توسّع وترخيص يتأهّل له أهل العلم لمسيس حاجتهم إليها ، وبالغ بعضهم في ذلك فجعله شرطاً فيها ، وقد حكى ذلك أبو العبّاس الوليد بن بكر المالكيّ عن الإمام مالك رحمه الله.
» أنواع الإجازة بالكتب 28 - وكما جرت العادة برواية الحديث بالإجازة ، جرت كذلك برواية الكتب وتدريسها بها وهي على أنواع : النّوع الأوّل : أن يجيز إنساناً معيّناً في رواية كتاب معيّن ، كقوله : « أجزت لك رواية كتابي الفلانيّ » .النّوع الثّاني : أن يجيز لإنسان معيّن رواية شيء غير معيّن ، كقوله : « أجزت لك رواية جميع مسموعاتي » .وجمهور الفقهاء والمحدّثين على تجويز الرّواية بهذين النّوعين وعلى وجوب العمل بما روي بهما بشرطه مع العلم أنّ الخلاف في جواز العمل بالنّوع الثّاني أكثر بين العلماء.النّوع الثّالث : إجازة غير معيّن رواية شيء معيّن كقوله : « أجزت للمسلمين رواية كتابي هذا ' وهذا النّوع مستحدث فإن كان مقيّداً بوصف حاضر فهو إلى الجواز أقرب ويقول ابن الصّلاح : » لم نر ولم نسمع عن أحد ممّن يقتدى به أنّه استعمل هذه الإجازة ".النّوع الرّابع : الإجازة لغير معيّن برواية غير معيّن ، كأن يقول : أجزت لكلّ من اطّلع على أيّ مؤلّف من مؤلّفاتي روايته وهذا النّوع يراه البعض فاسداً واستظهر عدم الصّحّة وبذلك أفتى القاضي أبو الطّيّب الطّبريّ وحكى الجواز عن بعض الحنابلة والمالكيّة.وهناك أنواع أخرى غير هذه ذهب المحقّقون إلى عدم جواز العمل بها.
b . Boleh mengamalkan jika :

-Didapatkan dari kitab mu’tabar
-Mushonnifnya dapat dipercaya
-Pelakunya ahli
-Wirid bisa diketahui ma’nanya

Catatan : Kalau tidak diketahui ma’nanya namun diijazahkan secara umum oleh seorang mujiz terpercaya, maka boleh, dan jika tidak diijazahkan, maka tidak boleh menurut pendapat yang kuat.

Referensi :

1. Syarah Hizbu al Imam al Nawawi Hal. 94
2. Bariqoh Muhammadiyyah Juz I Hal. 273
3. Fatawi Imam Nawawi Hal. 200
شرح حزب الإمام النووي ص : 94
يجب على متعطي هذه الأحزاب والأوراد والأذكار أمور منها أن يتلقاها عن أهلها ويرويها عن الأئمة المشهورين والشيوخ المعروفين بالعلم والدين ويتخير لذلك من حسن فيه اعتقاده وثبت إليه إستناده فإذا تحقق علمه وديانته فله أن يعتقده ويقتدي به ولا يضره ما عرض من نقصه من غير موافقة له فيه ولا إيحاس له لأن العصمة إنما هي للأنبياء خاصة-إلى أن قال-وأما الإغتراه بكل ناعق كما شأن أهل الوقت لعموم الجهل وشمول المقت أو النقت من الأوراق والأخذ من الصحف من غير تلق ولا رواية فضرره أكثر من نفعه وآفاته أكثر من سلامته بل ربما عاد على فاعله والعياذ بالله تعالى بالإخلال في الدين والعقول هذا سبب اختلال عقول كثير ممن يتعاطى قرأة الأسماء والأذكار لأن التسور على ذلك والتسلط عليه من غير وسيطة عارف بعلاجه متصرف بالقوة الإلهية في مجازه متعلق لها عن أمثلة (27/ب ح) العارفين للطرق المضيئة لمنير سراجه ثمرته ذهاب العقل والدين بل الجنون والإختلال في جميع الأحوال أسرع شئ وإشرافه لمتعاطيه فيهلك من حيث يظن السلامة لكمال الجهل أعاذنا الله تعالى من ذلك وسلك بنا أوضح المسالك آمين
فتاوى الامام النواوى ص: 200
سئل شهاب الدين ابن حجر الهيتمي رحمه الله تعالى عن كتابة الأسماء التي لا يعرف معناها والتوسل بها هل ذلك مكروه أو حرام ؟ نقل عن الغزالي أنه لا يحل لشخص أن يقدم على أمر حتى يعلم حكم الله فيه فأجاب بقوله الذي أفتى به العز بن عبد السلام كما ذكرته عنه في شرح العباب أن كتب الحروف المجهولة للأمراض لا يجوز الإسترقاء بها ولا الرق لأنه e لما سئل عن الرق قال أعرضوا عليّ رقاكم فعرضوها فقال لا بأس وإنما لم يأمر بذلك لأن من الرق ما يكون كفرا وإذا حرم كتبها حرم التوسل بها نعم إن وجدناها في كتاب من يؤثق به علما ودينا فإن أمر بكتابها أو قراءتها احتمل القول بالجواز حينئذ لأن أمره بذلك الظاهر أنه لم يصدر منه إلا بعد إحاطته واطلاعه على معناها وأنه لا مخذور في ذلك وإن ذكرها على سبيل الحكاية عن الغير الذي ليس هو كذلك أو ذكرها ولم يأمر بقراءتها ولا تعرض لمعناها فالذي يتجه بقاء التحريم بحاله ومجرد إمام لها لايقتضي أنه عرف معناها فكثيرا من أحوال أرباب هذه التصانيف يذكرون ما وجدوه من غير فحص عن معناه ولا تجربة لمبناه وإنما يذكرونه على جهة أن مستعمله ربما انتفع به ولذلك نجد في ورد الإمام اليافعي أشياء كثيرة منافع وخواص لا يجد مستعملها منها شيئا وإن تزكت أعماله وصفت سريرته
بريقة محمدية الجزء الأول ص: 273
قال المحشي الرقي جائز إن لم يشتمل على ما لا يجوز شرعا كالإقسام بغيره تعالى والألفاظ الغير المفهومة المعاني مثل آهيا وشراهيا أقول إن أخذ مثل هذه الألفاظ ممن يثق به كالغزالي وبعض ثقات الصوفية فالظاهر لا منع حينئذ على حمل اطلاعهم على معناه كما قيل معنى آهيا وشراهيا يا حي يا قيوم كما يقال معنى جبرائيل عبد الله ثم الأمر النبوي آنفا من قوله فليفعل في جواب الرقي لا أقل من الندب وقد اختص بالطب سابقا وأيضا قال في الشرعة ومن السنن أن يستشفى بالذكر والدعاء والقرآن والفاتحة وقد كثرت الأخبار الصحيحة في هذا الباب

Baca Terusnya..

Gigi Emas

Pertanyaan :
Bagaimana hukumnya memakai gigi emas?(PP. Al Maunah)
Jawab :
Memakai gigi emas hukumnya boleh.

Referensi :
1. Al Majmu’ Juz 6 hal.38
2. Hasyiyah Bujairami A’la Khatib Juz VI hal.38
3. Mughnil Mughtaj Juz IV hal.500

Ibarah

(المجموع شرح المهذب الجزء:6 ص38)
(احدهما) يجوز لمن قطع أنفه اتخاذ انف من ذهب وان امكنه اتخاذه من فضة وفى معني الانف السن والانملة.
(حاشية البجيرمي على الخظيب الجزء:6 ص38)
" أَنَّ عَرْفَجَةَ بْنَ أَسْعَدَ قُطِعَ أَنْفُهُ يَوْمَ الْكُلَابِ " بِضَمِّ الْكَافِ اسْمٌ لِمَاءٍ كَانَتْ الْوَاقِعَةُ عِنْدَهُ فِي الْجَاهِلِيَّةِ فَاِتَّخَذَ أَنْفًا مِنْ فِضَّةٍ فَأَنْتَنَ عَلَيْهِ فَأَمَرَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَاِتَّخَذَ أَنْفًا مِنْ ذَهَبٍ " رَوَاهُ أَبُو دَاوُد وَالتِّرْمِذِيُّ وَحَسَّنَهُ وَقِيسَ بِالْأَنْفِ الْأُنْمُلَةُ وَالسِّنُّ .
(مغني المحتاج إلى معرفة ألفاظ المنهاج الجزء: 4 ص 500)
وَقَالَ الْإِمَامُ الشَّافِعِيُّ رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى وَأَصْحَابُهُ فِي كُلِّ أُصْبُعٍ غَيْرِ الْإِبْهَامِ ثَلَاثُ أَنَامِلَ ( وَ ) إلَّا ( السِّنَّ ) فَإِنَّهُ يَجُوزُ لِمَنْ قُلِعَتْ سِنُّهُ اتِّخَاذُ سِنٍّ مِنْ ذَهَبٍ قِيَاسًا عَلَى الْأَنْفِ وَإِنْ تَعَدَّدَتْ كَمَا هُوَ ظَاهِرُ كَلَامِهِمْ ، وَيَجُوزُ أَيْضًا شَدُّ السِّنِّ بِهِ عِنْدَ تَحْرِيكِهَا.

Baca Terusnya..

Campur dan Salaman dengan Lawan Jenis

Pertanyaan
Bagaimana hukumnya ber-ikhtilath dengan lawan jenis yang bukan mahrom dengan alasan dlorurot, seperti dalam kendaraan, pergaulan sehari-hari dikampus dan organisasi- organisasi ?(BPKP)
Jawab
Ikhtilath dengan lawan jenis yang sampai terjadi indlimamul jismi adalah haram, sedangkan menurut ibnu mundzir Ikhtilath diperbolehkan selama tidak kholwah.

Referensi
1. Is’adur Rofiq Juz 1 hal.68
2. I’anatut Tholibin Juz 1 hal.313
3. Al Majmu’ Juz 4 hal.484

Ibarah

(إسعاد الرفيق الجزء:1 ص67)
(خاتمة) من أقبح الحرمات وأشد النحظورات إختلاط الرجال بالساء في المجموعات لما يترتب على ذلك من المفاسدوالفتن القبيحة.
(إعانة الطالبين الجزء:1 ص313)
ومنه الصلاة ليلة الرغائب أول جمعة من رجب، وليلة النصف من شعبان.ومنهالوقوف ليلة عرفة أوالمشعرالحرام، والاجتماع ليالي الختوم آخر رمضان، ونصب المنابر والخطب عليها، فيكره ما لم يكن فيه اختلاط الرجال بالنساء بأن تتضام أجسامهم.فإنه حرام و فسق.
(المجموع شرح المهذب الجزء:4 ص484)
وقد نقل ابن المنذر وغيره الاجماع علي انها لو حضرت وصلت الجمعة جاز وقد ثبتت الاحاديث الصحيحة المستفيضة أن النساء كن يصلين خلف رسول الله صلي الله عليه وسلم في مسجده خلف الرجال ولان اختلاط النساء بالرجال إذا لم يكن خلوة ليس بحرام.
Pertanyaan
Bagaimana hukumnya bermushofahah (jabat tangan) dengan lain jenis yang bukan mahrom, misalnya dengan pejabat atau orang yang belum mengerti hukum?(BPKP)
Jawab
Mushofahah dengan lain jenis yang bukan mahrom menurut ulama Syafi’iyah adalah haram kecuali dilakukan dengan memakai hail, tanpa ada syahwat dan tidak menimbulkan fitnah.
Referensi
1. Bujairomi ‘alal Khotib Juz 10 hal.113
2. Tanwirul Qulub hal.166
3. Hasyiyah Al Jumal Juz 16 hal.276

Ibarah

(بجيرمي علي الخطيب الجزء:10 ص113)
وَتُسَنُّ مُصَافَحَةُ الرَّجُلَيْنِ وَالْمَرْأَتَيْنِ لِخَبَرِ { مَا مِنْ مُسْلِمَيْنِ يَلْتَقِيَانِ يَتَصَافَحَانِ إلَّا غُفِرَ لَهُمَا قَبْلَ أَنْ يَتَفَرَّقَا } وَتُكْرَهُ الْمُعَانَقَةُ وَالتَّقْبِيلُ فِي الرَّأْسِ إلَّا لِقَادِمٍ مِنْ سَفَرٍ ، أَوْ تَبَاعُدٍ لِقَاءً عُرْفًا فَسُنَّةٌ لِلِاتِّبَاعِ .قَوْلُهُ : ( وَتُسَنُّ مُصَافَحَةُ ) أَيْ عِنْدَ اتِّحَادِ الْجِنْسِ ، فَإِنْ اخْتَلَفَ فَإِنْ كَانَتْ مَحْرَمِيَّةً أَوْ زَوْجِيَّةً أَوْ مَعَ صَغِيرٍ لَا يُشْتَهَى أَوْ مَعَ كَبِيرٍ بِحَائِلٍ جَازَتْ مِنْ غَيْرِ شَهْوَةٍ وَلَا فِتْنَةٍ ؛ نَعَمْ يُسْتَثْنَى الْأَمْرَدُ الْجَمِيلُ فَتَحْرُمُ مُصَافَحَتُهُ كَمَا قَالَهُ الْعَبَّادِيُّ ا هـ
(تنوير القلوب ص166)
وتسن مصافحة الرجلين والمرأتين وتحرم مصافحة الرجل والمرأة الأجنبية من غير حائل وكذا الأمرد الجميل.
)حاشية الجمل الجزء: 16 ص 276(
)قَوْلُهُ : فَيَحْرُمُ عَلَى الرَّجُلِ دَلْكُ فَخْذِ رَجُلٍ إلَخْ ) عِبَارَةُ شَرْحِ م ر وَيَجُوزُ لِلرَّجُلِ دَلْكُ فَخْذِ الرَّجُلِ بِشَرْطِ حَائِلٍ وَأَمْنِ فِتْنَةٍ وَأُخِذَ مِنْهُ حِلُّ مُصَافَحَةِ الْأَجْنَبِيَّةِ مَعَ ذَيْنِك أَيْ الْحَائِلِ وَأَمْنِ الْفِتْنَةِ وَأَفْهَمَ تَخْصِيصُهُ الْحِلَّ مَعَهُمَا بِالْمُصَافَحَةِ حُرْمَةَ مَسِّ غَيْرِ وَجْهِهَا وَكَفَّيْهَا مِنْ وَرَاءِ حَائِلٍ وَلَوْ مَعَ أَمْنِ الْفِتْنَةِ وَعَدَمِ الشَّهْوَةِ وَوَجْهُهُ أَنَّهُ مَظِنَّةٌ لِأَحَدِهِمَا كَالنَّظَرِ وَحِينَئِذٍ فَيَلْحَقُ بِهَا الْأَمْرَدُ فِي ذَلِكَ وَيُؤَيِّدُهُ إطْلَاقُهُمْ حُرْمَةَ مُعَانَقَتِهِ الشَّامِلَةِ لِكَوْنِهَامِنْ وَرَاءِ حَائِلٍ ا هـ

Baca Terusnya..

Monday, June 4, 2007

Itsbat Dan Nafi

Soal:
Assalamu'alaikum
Saya dari komplek Q pengen sekali menanyakan tentang kaidah fiqih jika bertentangan dua nash, yang satu menetapkan dan yang lain menafikan maka yang didahulukan yang menetapkan, itu berdasar kaidah apa?
Pertanyaan dari: +6285646470XXX

Jawab:
Wa'alaikumsalam
Ulama ikhtilaf dalam hal jika ada dua nash yang salah satunya menafikan dan yang lain menetapkan (itsbat), menurut qoul Syaikh Abu al Hasan al Karkhiy yang menetapkan lebih utama dari pada yang menafikanالمثبت أولى من النافي/

أصول السرخسي - (ج 2 / ص 21)
رسول الله (ص) كانت الاباحة ظاهرة في هذه الاشياء، فإن الناس لم يتركوا سدى في شئ من الاوقات، ولكن في زمان الفترة الاباحة كانت ظاهرة في الناس وذلك باق إلى أن ثبت الدليل الموجب للحرمة في شريعتنا، فبهذا الوجه يتبين أن الموجب للحظر متأخر، وهذا لانا لو جعلنا الموجب للاباحة متأخرا احتجنا إلى إثبات نسخين: نسخ الاباحة الثابتة في الابتداء بالنص الموجب للحظر، ثم نسخ الحظر بالنص الموجب للاباحة، وإذا جعلنا نص الحظر متأخرا احتجنا إلى إثبات النسخ في أحدهما خاصة فكان هذا الجانب أولى، ولانه قد ثبت بالاتفاق نسخ حكم الاباحة بالحظر.
وأما نسخ حكم الحظر بالاباحة فمحتمل فبالاحتمال لا يثبت النسخ، ولان النص الموجب للحظر فيه زيادة حكم وهو نيل الثواب بالانتهاء عنه واستحقاق العقاب بالاقدام عليه، وذلك ينعدم في النص الموجب للاباحة، فكان تمام الاحتياط في إثبات التاريخ بينهما على أن يكون الموجب للحظر متأخرا والاخذ بالاحتياط أصل في الشرع.
واختلف مشايخنا فيما إذا كان أحد النصين موجبا للنفي والآخر موجبا للاثبات، فكان الشيخ أبو الحسن الكرخي رحمه الله يقول: المثبت أولى من النافي، لان
المثبت أقرب إلى الصدق من النافي ولهذا قبلت الشهادة على الاثبات دون النفي.
وكان عيسى بن أبان رحمه الله يقول: تتحقق المعارضة بينهما، لان الخبر الموجب للنفي معمول به كالموجب للاثبات، وما يستدل به على صدق الراوي في الخبر الموجب للاثبات فإنه يستدل بعينه على صدق الراوي في الخبر الموجب للنفي.
واختلف عمل المتقدمين من مشايخنا في مثل هذين النصين، فإنه روي أن رسول الله عليه السلام تزوج ميمونة رضي الله عنها وهو محرم، وروي أنه تزوجها وهو حلال، ثم أخذنا برواية من روى أنه تزوجها وهو محرم والاثبات في الرواية الاخرى، لانهم اتفقوا أن العقد كان بعد إحرامه، فمن روى أنه تزوجها وهو حلال فهو المثبت للتحلل من الاحرام قبل العقد ثم لم يرجح المثبت على النافي هنا.
وروي أن بريرة أعتقت وزوجها كان حرا فخيرها رسول الله (ص)، وروي أنها أعتقت وزوجها عبد، ولا خلاف أن زوجها كان عبدا في الاصل، فكان الاثبات في رواية من روى أن زوجها كان حرا حين أعتقت فأخذنا بذلك، فهذا يدل على أن الترجيح.

Baca Terusnya..

Narsis!

Soal:
Assalamu'alaikum…mo nanya nich ada ga sih konsep Narcissim / narsis dalam Islam ? makasih sebelumnya.
Pertanyaan dari : Kelas 5 Komplek Q +6281578777XXX

Jawab:

Kalau yang dimaksud narsis adalah mencintai diri sendiri secara berlebihan, menganggap diri sendiri paling segalanya sangat egoistis, tidak ada perhatian pada orang lain, maka pada dasarnya mencintai apa yang ada dalam dirinya sendiri itu bolah dan boleh saja taaapi Islam sangat anti terhadap orang orang yang merasa ataupun mengklaim dirinya baik, bersih, suci dan sifat-sifat utama lainnya yang dengan kata lain disebut ujub, bahkan kalau sampai merasa lebih atau paling baik maka jelass termasuk takabbur,Islam juga membenci orang egoistis (Ananiyyin), "na'udzubillah min dzalik"!
إحياء علوم الدين - (ج 3 / ص 56)
وقد قال تعالى: " فلا تزكوا أنفسكم " قال ابن جريج: معناه إذا عملتَ خيراً فلا تقل عملتُ. وقال زيد بن أسلم. لا تَبروها، أي لا تعتقِدوا أنها بارة وهو معنى العجب
jangan merasa "sok bersih (baik)".
Ibnu Juraij berkata : jika kamu berhasil berbuat suatu kebaikan, maka jangan kamu katakan inilah hasil perbuatanku.
Zaid Ibnu Aslam berkata : jangan merasa dirimu baik.

إحياء علوم الدين - (ج 3 / ص 56)
وقيل لعائشة رضي الله عنها: متى يكون الرجل مسيئاً: قالت؟ إذا ظن أنه محسن، وقد قال تعالى " لا تبطلوا صدقاتكم بالمن والأذى " والمن نتيجة استعظام الصدقة، واستعظام العمل هو العجب. فظهر بهذا أن العجب مذموم جداً.
Jangan merasa sok pahlawan.
Ditanyakan kepada Sayidatina 'Aisyah r.a: Kapan seseorang dikatakan berbuat jelek ?, jawab beliau : ketika orang itu menyangka dirinya orang baik

فتح الباري لابن رجب – (ج 1 / ص20 -21)
خرج البخاري ومسلم من حديث قتادة ، عن أنس ، عن النبي صلى الله عليه وسلم قال : " لا يؤمن أحدكم حتى يحب لأخيه ما يحب لنفسه, لما نفى النبي صلى الله عليه وسلم الإيمان عمن لم يحب لأخيه ما يحب لنفسه دل على أن ذلك من خصال الإيمان، بل من واجباته ، فإن الإيمان لا ينفي إلا بانتفاء بعض واجباته .....فالمؤمن أخو المؤمن يحب له ما يحب لنفسه ويحزنه ما يحزنه كما قال صلى الله عليه وسلم :
" مثل المؤمنين في توادهم وتعاطفهم كمثل الجسد الواحد إذا اشتكى منه عضو تداعى سائر الجسد بالحمى والسهر فإذا أحب المؤمن لنفسه فضيلة من دين أو غيره أحب أن يكون لأخيه نظيرها من غير أن تزول عنه.
Tidaklah dikatakan mukmin sejati kecuali ia mencintai apa yang ada pada saudaranya sebagaimana ia mencintai apa yang ada pada dirinya.
Salah satu ciri seorang mukmin sejati adalah apabila ia dianugrahi suatu kebahagiaan, maka ia akan merasa bahagia apabila saudaranya juga mendapatkannya.

فضل علم السلف على الخلف - (ج 1 / ص 8)
ومن علامات العلم النافع أن صاحبه لا يدعى العلم ولا يفخر به على أحد ولا ينسب غيره إلى الجهل إلا من خالف السنة وأهلها فإنه يتكلم فيه غضباً للَّه لا غضباً لنفسه ولا قصداً لرفعتها على أحد.


Jangan merasa sok "keminter" dan "pinter dhewe"
وأما من علمه غير نافع فليس له شغل سوى التكبر بعلمه على الناس وإظهار فضل علمه عليهم ونسبتهم إلى الجهل وتَنَقُّصهم ليرتفع بذلك عليهم وهذا من أقبح الخصال وأرداها.

فضل علم السلف على الخلف - (ج 1 / ص 9)
وربما نسب من كان قبله من العلماء إلى الجهل والغفلة والسهو فيوجب له حب نفسه وحب ظهورها إحسان ظنه بها وإساءة ظنه بمن سلف وأهل العلم النافع على ضد هذا يسيؤون الظن بأنفسهم ويحسنون الظن بمن سلف من العلماء ويقرون بقلوبهم وأنفسهم بفضل من سلف عليهم وبعجزهم عن بلوغ مراتبهم والوصول إليها أو مقاربتها وما أحسن قول أبي حنيفة وقد سئل عن علقمة والأسود أيهما أفضل. فقال واللَه ما نحن بأهل أن نذكرهم فكيف نفضل بينهم وكان ابن المبارك إذا ذكر أخلاق من سلف ينشد.
لا تُعرِض بِذِكرِنا مَع ذِكرِهِم ... لَيسَ الصَحيحُ إِذا مَشى كَالمُقعَدِ

ومن علمه غير نافع إذا رأى لنفسه فضلا على من تقدمه في المقال وتشقق الكلام ظن لنفسه عليهم فضلا في العلوم أو الدرجة عند اللَه لفضل خص به عمن سبق فاحتقر من تقدمه واجترأ عليه بقلة العلم ولا يعلم المسكين أن قلة كلام من سلف إنما كان ورعا وخشية للَّه ولو أراد الكلام وإطالته لما عجز عن ذلك
Salah satu tanda ilmu yang tidak bermanfaat adalah merasa "linuwih" dari pada orang lain

إحياء علوم الدين - (ج 3 / ص 31)
ولا يتصور أن يكون متكبراً إلا أن يكون مع غيره وهو يرى نفسه فوق ذلك الغير في صفات الكمال، فعند ذلك يكون متكبراً

إحياء علوم الدين - (ج 3 / ص 40)
اعلم أن الكبر خلق باطن، وأما ما يظهر من الأخلاق والأفعال فهي ثمرة ونتيجة، وينبغي أن تسمى تكبراً.
ويخص اسم الكبر بالمعنى الباطن الذي هو استعظام النفس ورؤية قدرها فوق قدر الغير، وهذا الباطن له موجب واحد وهو العجب الذي يتعلق بالمتكبر - كما سيأتي معناه - فإنه إذا أعجب بنفسه وبعلمه وبعمله أو بشيء من أسبابه استعظم وتكبر.

Kibir adalah mengagungkan diri dan memandang kadar dirinya di atas kadar orang lain.Pemicunya adalah ujub.

إحياء علوم الدين - (ج 2 / ص 481)
وقال نبينا صلى الله عليه وسلم " لا يقبل الله عز وجل عملاً فيه مثقال ذرة من رياء

Baca Terusnya..

WANITA HAID BACA AL QUR’AN

SOAL :
Adakah qoul Syafi’i yang memperbolehkan seorang wanita haid membaca dan memegang mushaf?

Pertanyaan dari : (081328xxxxxx)

JAWAB:
A. Wanita haid membaca Al Qur’an:
Tidak ada qoul dalam madzhab Syafiiyah yang memperbolehkan wanita haid membaca Al Qur’an, kecuali :
· Dihikayahkan oleh Ulama Khurosan bahwa qoul qodim Imam Syafi’i membolehkan wanita haid membaca Al Qur’an.
Sebenarnya, qoul di atas berasal dari Abu Tsaur yang menyebutkan bahwa “Abu Abdillah“ memperbolehkan wanita haid untuk membaca Al Qur’an. Namun setelah diteliti ternyata terdapat khilaf tentang siapa yang dimaksud dengan “Abu Abdillah“ di sini. Menurut sebagian Ashab Syafi’i, yang dimaksud “Abu Abdillah“ di sini adalah Imam Malik, sedangkan Imam Syafi’i sendiri tidak memperbolehkannya, sebagaimana yang dipilih oleh Imam Haramain dan Imam Ghazali dalam kitab Al Basith.
Namun sebagian besar ulama Khurosan tetap berpendapat bahwa “Abu Abdillah“ di sini adalah Imam Syafi’i, sehingga mereka menjadikan qoul yang memperbolehkan wanita haid membaca Al Qur’an sebagai qoul qodim Imam syafi’i.

Ulama -yang memperbolehkan wanita haid membaca Al Qur’an- berbeda pendapat tentang alasan pen-jawaz-an mereka atas dua kriteria :
a. Jika wanita haid khawatir lupa karena lamanya waktu haid maka wanita haid tersebut diperbolehkan membaca Al Qur’an sesuka hatinya. --berbeda dengan wanita yang junub lho..... --
b. Terkadang wanita haid tersebut berprofesi sebagai pengajar, karena dikhawatirkan pekerjaannya menjadi terbengkalai, maka ia hanya diperbolehkan membaca Al Qur’an sesuai dengan kebutuhannya untuk mengajar (tidak diperbolehkan sesuka hatinya).

المجموع شرح المهذب - (ج 2 / ص 158)
(فرع) في مذاهب العلماء في قراءة الجنب والحائض:
مذهبنا انه يحرم على الجنب والحائض قراءة القرآن قليلها وكثيرها حتى بعض آية وبهذا قال اكثر العلماء كذا حكاه الخطابى وغيره عن الاكثرين . وحكاه اصحابنا عن عمر بن الخطاب وعلي وجابر رضى الله عنهم والحسن والزهرى والنخعي وقتادة واحمد واسحاق.
وقال داود : يجوز للجنب والحائض قراءة كل القرآن وروى هذا عن ابن عباس وابن المسيب قال القاضى أبو الطيب وابن الصباغ وغيرهما واختاره ابن المنذر وقال مالك يقرأ الجنب الآيات اليسيرة للتعوذ وفى الحائض روايتان عنه احداهما تقرأ والثاني لا تقرأ وقال أبو حنيفة يقرأ الجنب بعض آية ولا يقرأ آية وله رواية كمذهبنا
* واحتج من جوز مطلقا بحديث عائشة رضى الله عنها أن النبي صلى الله عليه وسلم (كان يذكر الله تعالى على كل أحيانه) رواه مسلم قالوا والقرآن ذكر ولان الاصل عدم التحريم
المجموع شرح المهذب - (ج 2 / ص 356)
[ ويحرم قراءة القرآن لقوله صلى الله عليه وسلم: (لا يقرأ الجنب ولا الحائض شيئا من القرآن) ]
* [ الشرح ] هذا الحديث رواه الترمذي والبيهقي من رواية ابن عمر رضى الله عنهما وضعفه الترمذي والبيهقي وروى لا يقرأ بكسر الهمزة علي النهى وبفتحها على الخبر الذي يراد به النهى وقد سبق بيانه في آخر باب ما يوجب الغسل وهذا الذى ذكره من تحريم قراءة القرآن علي الحائض هو الصحيح المشهور وبه قطع العراقيون وجماعة من الخراسانيين وحكى الخراسانيون قولا قديما للشافعي أنه يجوز لها قراءة القرآن وأصل هذا القول أن أبا ثور رحمه الله قال قال أبو عبد الله يجوز للحائض قراءة القرآن فاختلفوا في أبي عبد الله فقال بعض الاصحاب أراد به مالكا وليس للشافعي قول بالجواز واختاره امام الحرمين والغزالي في البسيط وقال جمهور الخراسانيين أراد به الشافعي وجعلوه قولا قديما قال الشيخ أبو محمد وجدث أبا ثور جمعهما في موضع فقال قال أبو عبد الله ومالك واحتج من أثبت قولا بالجواز اختلفوا في علته على وجهين أحدهما أنها تخاف النسيان لطول الزمان بخلاف الجنب والثاني أنها قد تكون معلمة فيؤدى إلى انقطاع حرفتها فان قلنا بالاول جاز لها قراءة ما شاءت إذ ليس لما يخاف نسيانه ضابط فعلى هذا هي كالطاهر في القراءة وان قلنا بالثاني لم يحل الا ما يتعلق بحاجة التعليم في زمان الحيض هكذا ذكر الوجهين وتفريعهما امام الحرمين وآخرون هذا حكم قراءتها باللسان فأما اجراء القراءة علي القلب من غير تحريك اللسان والنظر في المصحف وامرار ما فيه في القلب فجائز بلا خلاف وأجمع العلماء علي جواز التسبيح والتهليل وسائر الاذكار غير القرآن للحائض والنفساء وقد تقدم ايضاح هذا مع جمل من الفروع المتعلقة به في باب ما يوجب الغسل والله أعلم
(فرع)
· في مذاهب العلماء في قراءة الحائض القرآن قد ذكرنا أن مذهبنا المشهور تحريمها وهو مروى عن عمر وعلي وجابر رضي الله عنهم وبه قال الحسن البصري وقتادة وعطاء وأبو العالية والنخعي وسعيد بن جبير والزهرى واسحق وأبو ثور
· وعن مالك وأبى حنية وأحمد روايتان احداهما التحريم والثانية الجواز وبه قال داود واحتج لمن جوز بما روى عن عائشة رضى الله عنها أنها كانت تقرأ القرآن وهى حائض: ولان زمنه يطول فيخاف نسيانها واحتج أصحابنا والجمهور بحديث ابن عمر المذكور ولكنه ضعيف وبالقياس علي الجنب فان من خالف فيها وافق علي الجنب الا داود والمختار عند الاصوليين أن داود لا يعتد به في الاجماع والخلاف وفعل عائشة رضى الله عنها لا حجة فيه علي تقدير صحته لان غيرها من الصحابة خالفها وإذا اختلفت الصحابة رضى الله عنهم رجعنا إلى القياس
وأما خوف النسيان فنادر فان مدة الحيض غالبا ستة أيام أو سبعة ولا ينسى غالبا في هذا القدر ولان خوف النسيان ينتفى بامرار القرآن علي القلب والله أعلم

Yang boleh bagi orang yang haid adalah :
· إجراء القلب· همسا (حرك بها شفتيه )
· قصد الذكر وحده أو الدعاء أو التبرك أو التحفظ وحده
إعانة الطالبين - (ج 1 / ص 85)
وكذا إن أطلق، كأن جرى به لسانه بلا قصد شئ.
والحاصل أنه إن قصد القرآن وحده أو قصده مع غيره كالذكر ونحوه فتحرم فيهما.
وإن قصد الذكر وحده أو الدعاء أو التبرك أو التحفظ أو أطلق فلا تحرم، لانه عند وجود قرينة لا يكون قرآنا إلا بالقصد.
ولو بما لا يوجد نظمه في غير القرآن، كسورة الاخلاص.

إعانة الطالبين - (ج 1 / ص 85)
أي ومحل حرمة القراءة إذا تلفظ بها بحيث يسمع بها نفسه، حيث لا عارض من نحو لغط.
فإن لم يسمع بها نفسه بأن أجراها على قلبه أو حرك بها شفتيه - ويسمى همسا - فلا تحرم.

B. Wanita haid membawa dan memegang Mushaf Al Qur’an:
Sejauh ini kami belum menemukan qoul Syafi’i yang memperbolehkannya, kecuali karena alasan dlarurat. (wanita haid tidak termasuk dlarurat lho....)
روضة الطالبين وعمدة المفتين - (ج 1 / ص 26)
يحرم على المحدث جميع أنواع الصلاة والسجود والطواف ومس المصحف وحمله ويحرم مس حاشية المصحف وما بين سطوره وحمله بالعلاقة قطعا ويحرم مس الجلد على الصحيح والغلاف والصندوق والخريطة إذا كان فيهن المصحف على الأصح ولو قلب أوراقه بعود حرم على الأصح

المهذب
ويحرم حمل المصحف ومسه لقوله تعالى (لا يمسه الا المطهرون) ويحرم اللبث في المسجد لقوله صلي الله عليه وسلم (لا أحل المسجد لجنب ولا لحائض) فأما العبور فانها إذا استوثقت من نفسها جاز لانه حدث يمنع اللبث في المسجد فلا يمنع العبور كالجنابة

شرح البهجة الوردية - (ج 2 / ص 75)
( وَيَمْنَعُ ) أَيْ : الْحَدَثُ الْمُحْدِثَ الْبَالِغَ وَغَيْرَهُ ( الصَّلَاةَ ) إجْمَاعًا وَلِخَبَرِ الصَّحِيحَيْنِ { لَا يَقْبَلُ اللَّهُ صَلَاةَ أَحَدِكُمْ إذَا أَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّأَ } وَمِنْهَا صَلَاةُ الْجِنَازَةِ وَفِي مَعْنَاهَا خُطْبَةُ الْجُمُعَةِ وَسَجْدَةُ التِّلَاوَةِ وَالشُّكْرِ قَالَ النَّوَوِيُّ وَأَمَّا سُجُودُ عَوَامِّ الْفُقَرَاءِ بَيْنَ يَدَيْ الْمَشَايِخِ فَحَرَامٌ بِالْإِجْمَاعِ وَلَوْ بِالطُّهْرِ قَالَ ابْنُ الصَّلَاحِ وَيُخْشَى أَنْ يَكُونَ كُفْرًا وقَوْله تَعَالَى { وَخَرُّوا لَهُ سُجَّدًا } مَنْسُوخٌ أَوْ مُؤَوَّلٌ ( كَالتَّطَوُّفِ ) أَيْ : كَمَا يَمْنَعُ الْحَدَثُ الطَّوَافَ ( بِالْبَيْتِ ) { ؛ لِأَنَّهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَوَضَّأَ لَهُ وَقَالَ : لِتَأْخُذُوا عَنِّي مَنَاسِكَكُمْ } رَوَاهُ مُسْلِمٌ وَلِخَبَرِ { الطَّوَافُ بِمَنْزِلَةِ الصَّلَاةِ إلَّا أَنَّ اللَّهَ تَعَالَى قَدْ أَحَلَّ فِيهِ الْمَنْطِقَ فَمَنْ نَطَقَ فَلَا يَنْطِقْ إلَّا بِخَيْرٍ } رَوَاهُ الْحَاكِمُ وَصَحَّحَهُ عَلَى شَرْطِ مُسْلِمٍ ( وَ ) يَمْنَعُ ( الْبَالِغَ ) وَلَوْ كَافِرًا ( حَمْلَ الْمُصْحَفِ ) ؛ لِأَنَّهُ أَبْلَغُ مِنْ مَسِّهِ الْمَمْنُوعِ مِنْهُ كَمَا سَيَأْتِي .

Baca Terusnya..

Saturday, May 19, 2007

Belajar Selain Agama Islam

Pertanyaan:
Bagaimana hukumnya memepelajari agama lain? Boleh atau tidak, masalahnya selain ilmu yang berhubungan dengan syariat kan tidak wajib dicari, akan tetapiboleh apa tidak?

Pertanyaan dari +6285229629xxx Santri kelas 5 komplek Q, PP Al Munawwir

Jawab:
Haram bagi orang ecek-ecek dan kacangan mempelajari agama selain Islam.

Referensi:
Hasyiah Al Bujairomi Ala al Khotib, juz 2, hal.116
Tuhfah al Muhtaj Fi Syarh al Minhaj, juz 2, hal.251
Al Mausu'ah al Fiqhiyah al Kuwaitiyah, juz 1, hal.12475
Fath al Bari Li Ibn Hajar, juz 21, hal.151

حاشية البجيرمي على الخطيب - (ج 2 / ص 116)
وَيَحْرُمُ عَلَى غَيْرِ عَالِمٍ مُسْتَبْحِرٍ مُطَالَعَةُ التَّوْرَاةِ إنْ عَلِمَ تَبْدِيلَهَا أَوْ شَكَّ فِيهِ


تحفة المحتاج في شرح المنهاج - (ج 2 / ص 251)
وَيَحْرُمُ عَلَى غَيْرِ عَالِمٍ مُتَبَحِّرٍ مُطَالَعَةُ نَحْوِ تَوْرَاةٍ عَلِمَ تَبْدِيلَهَا أَوْ شَكَّ فِيهِ وَيُفَرَّقُ بَيْنَ إلْحَاقِ الْمَشْكُوكِ فِيهِ بِالْمُبْدَلِ هُنَا لَا فِيمَا قَبْلَهُ بِالِاحْتِيَاطِ
Haram bagi orang yang tidak punya pengetahuan dan kemampuan intelektual "nyegoro" mempelajari semacam kitab Taurat yang diketahui atau diragukan telah dirubah (dari aslinya)

تحفة المحتاج في شرح المنهاج - (ج 14 / ص 137)
وَقَوْلُهُ م ر وَالرَّقَائِقِ أَيْ : حِكَايَاتُ الصَّالِحِينَ وَقَوْلُهُ م ر وَتَحْتَمِلُهَا أَفْهَامُ الْعَامَّةِ أَيْ : فَإِنْ لَمْ تَحْتَمِلْهَا حَرُمَ قِرَاءَتُهَا لَهُمْ لِوُقُوعِهِمْ فِي لَبْسٍ أَوْ اعْتِقَادِ بَاطِلٍ ا هـ ع ش وَبِذَلِكَ يُعْلَمُ حُرْمَةُ مُطَالَعَةِ وَقِرَاءَةِ نَحْوِ الْفُتُوحَاتِ الْمَكِّيَّةِ .

.


البحر الزخار الجامع لمذاهب علماء الأمصار - زيدية - (ج 3 / ص 492)
" مَسْأَلَةٌ " ( ي ) وَتُكْرَهُ مُطَالَعَةُ التَّوْرَاةِ وَغَيْرِهَا مِنْ الْكُتُبِ الْمُنَزَّلَةِ لِإِنْكَارِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ عَلَى ( 2 ) وَلَا تَصِحُّ الصَّلَاةُ بِهَا إذْ لَيْسَتْ قُرْآنًا ( ف ) إنْ أَخَذَ مِنْهَا تَسْبِيحًا لَمْ يُفْسِدْ ( ح ) مَا وَافَقَ مَعْنَى الْقُرْآنِ أَجْزَأَ .
قُلْنَا : لَيْسَ بِقُرْآنٍ


الموسوعة الفقهية الكويتية - (ج 1 / ص 12475)
وقد ذكر ابن حجر نص الحديث قال : « نسخ عمر كتاباً من التوراة بالعربية فجاء به إلى النبيّ صلى الله عليه وسلم فجعل يقرأ ووجه رسول الله صلى الله عليه وسلم يتغير ، فقال له رجل من الأنصار : ويحك يا ابن الخطاب ألا ترى وجه رسول الله صلى الله عليه وسلم فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم : لا تسألوا أهل الكتاب عن شيء فإنّهم لن يهدوكم وقد ضلّوا ، وإنّكم إما أن تكذّبوا بحقّ أو تصدّقوا بباطل ، والله لو كان موسى بين أظهركم ما حل له إلا أن يتبعني » .
وقد أهدى رجل إلى السيّدة عائشة رضي الله تعالى عنها هديةً فقالت : لا حاجة لي في هديته بلغني أنّه يتتبع الكتب الأول ، والله تعالى يقول : « أَوَلَمْ يَكْفِهِمْ أَنَّا أَنزَلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ يُتْلَى عَلَيْهِمْ » .
ونقل ابن حجر في فتح الباري عن الشيخ بدر الدّين الزركشيّ أنّه قال : اغتر بعض المتأخّرين ، فرأى جواز مطالعة التوراة ; لأنّ التحريف في المعنى فقط قال الزركشيّ : وهو قول باطل ، ولا خلاف أنّهم حرفوا وبدلوا ، والاشتغال بنظرها وكتابتها لا يجوز بالإجماع ، وقد « غضب النبيّ صلى الله عليه وسلم حين رأى مع عمر رضي الله عنه صحيفةً فيها شيء من التوراة .. » إلى آخر الحديث ، ولولا أنّه معصية ما غضب النبيّ صلى الله عليه وسلم

فتح الباري لابن حجر - (ج 21 / ص 151)
قَوْله ( بَاب قَوْل اللَّه تَعَالَى بَلْ هُوَ قُرْآن مَجِيد فِي لَوْح مَحْفُوظ )
قَالَ الْبُخَارِيّ فِي خَلْق أَفْعَال الْعِبَاد بَعْد أَنْ ذَكَرَ هَذِهِ الْآيَة وَاَلَّذِي بَعْدهَا : قَدْ ذَكَرَ اللَّه أَنَّ الْقُرْآن يُحْفَظ وَيُسْطَر ، وَالْقُرْآن الْمُوعَى فِي الْقُلُوب الْمَسْطُورِ فِي الْمَصَاحِف الْمَتْلُوّ بِالْأَلْسِنَةِ كَلَام اللَّه لَيْسَ بِمَخْلُوقٍ ، وَأَمَّا الْمِدَاد وَالْوَرَق وَالْجِلْد فَإِنَّهُ مَخْلُوق .
قَوْله ( وَالطُّور وَكِتَاب مَسْطُور قَالَ قَتَادَةُ مَكْتُوب )
وَصَلَهُ الْبُخَارِيّ فِي خَلْق أَفْعَال الْعِبَاد مِنْ طَرِيق يَزِيد بْن زُرَيْعٍ عَنْ سَعِيد بْن أَبِي عَرُوبَة عَنْ قَتَادَةَ فِي قَوْله " وَالطُّور وَكِتَاب مَسْطُور " قَالَ الْمَسْطُور : الْمَكْتُوب ، فِي رَقٍّ مَنْشُور : هُوَ الْكِتَاب ، وَصَلَهُ عَبْدُ بْن حُمَيْدٍ مِنْ رِوَايَة شَيْبَانَ بْن عَبْد الرَّحْمَن وَعَبْد الرَّزَّاق عَنْ مَعْمَر كِلَاهُمَا عَنْ قَتَادَةَ نَحْوه ، وَأَخْرَجَ عَبْد بْن حُمَيْدٍ عَنْ اِبْن أَبِي نَجِيح عَنْ مُجَاهِد فِي قَوْله " وَكِتَاب مَسْطُور " قَالَ صُحُف مَكْتُوبَة " فِي رَقٍّ مَنْشُور " قَالَ فِي صُحُف .
قَوْله ( يَسْطُرُونَ : يَخُطُّونَ )
أَيْ يَكْتُبُونَ ، أَوْرَدَهُ عَبْد بْن حُمَيْدٍ مِنْ طَرِيق شَيْبَانَ بْن عَبْد الرَّحْمَن عَنْ قَتَادَةَ فِي قَوْله " وَالْقَلَم وَمَا يَسْطُرُونَ " قَالَ وَمَا يَكْتُبُونَ .
قَوْله ( فِي أُمّ الْكِتَاب جُمْلَة الْكِتَاب وَأَصْله )
وَصَلَهُ أَبُو دَاوُدَ فِي كِتَاب النَّاسِخ وَالْمَنْسُوخ مِنْ طَرِيق مَعْمَر عَنْ قَتَادَةَ فِي قَوْله ( يَمْحُو اللَّه مَا يَشَاء وَيُثْبِت وَعِنْده أُمّ الْكِتَاب ) قَالَ جُمْلَة الْكِتَاب وَأَصْله ، وَكَذَا أَخْرَجَهُ عَبْد الرَّزَّاق فِي تَفْسِيره عَنْ مَعْمَر عَنْ قَتَادَةَ وَعِنْد اِبْن أَبِي حَاتِم مِنْ طَرِيق عَلِيّ بْن أَبِي طَلْحَة عَنْ اِبْن عَبَّاس فِي قَوْله تَعَالَى ( وَعِنْده أُمّ الْكِتَاب ) يَقُول جُمْلَة ذَلِكَ عِنْده فِي أُمّ الْكِتَاب النَّاسِخ وَالْمَنْسُوخ وَمَا يُكْتَب وَمَا يُبَدَّل .
قَوْله ( مَا يَلْفِظ مِنْ قَوْل )
مَا يَتَكَلَّم مِنْ شَيْء إِلَّا كُتِبَ عَلَيْهِ ، وَصَلَهُ اِبْن أَبِي حَاتِم مِنْ طَرِيق شُعَيْب بْن إِسْحَاق عَنْ سَعِيد بْن أَبِي عَرُوبَة عَنْ قَتَادَةَ وَالْحَسَن فِي قَوْله " مَا يَلْفِظ مِنْ قَوْل " قَالَ مَا يَتَكَلَّم بِهِ مِنْ شَيْء إِلَّا كُتِبَ عَلَيْهِ وَمِنْ طَرِيق زَائِدَة بْن قُدَامَةَ عَنْ الْأَعْمَش عَنْ مَجْمَع قَالَ : الْمَلَك مِدَادُهُ رِيقُهُ ، وَقَلَمُهُ لِسَانُهُ .
قَوْله ( وَقَالَ اِبْن عَبَّاس يَكْتُب الْخَيْر وَالشَّرّ )
وَصَلَهُ الطَّبَرِيُّ وَابْن أَبِي حَاتِم مِنْ طَرِيق هِشَام بْن حَسَّان عَنْ عِكْرِمَة عَنْ اِبْن عَبَّاس فِي قَوْله تَعَالَى " مَا يَلْفِظ مِنْ قَوْل " قَالَ إِنَّمَا يَكْتُب الْخَيْر وَالشَّرّ ، وَأَخْرَجَ أَيْضًا مِنْ طَرِيق عَلِيِّ بْن أَبِي طَلْحَة عَنْ اِبْن عَبَّاس فِي قَوْله تَعَالَى ( مَا يَلْفِظ مِنْ قَوْل إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيب عَتِيد ) قَالَ يُكْتَب كُلّ مَا تَكَلَّمَ بِهِ مِنْ خَيْر أَوْ شَرّ حَتَّى أَنَّهُ لَيُكْتَب قَوْله : أَكَلْت شَرِبْت ذَهَبْت جِئْت رَأَيْت حَتَّى إِذَا كَانَ يَوْم الْخَمِيس عُرِضَ قَوْله وَعَمَله فَأُقِرَّ مَا كَانَ مِنْ خَيْر أَوْ شَرّ وَأُلْقِيَ سَائِره ، فَذَلِكَ قَوْله ( يَمْحُوا اللَّه مَا يَشَاء وَيُثْبِت وَعِنْده أُمّ الْكِتَاب ) وَأَخْرَجَ الطَّبَرِيُّ هَذَا مِنْ طَرِيق الْكَلْبِيّ عَنْ أَبِي صَالِح عَنْ جَابِر بْن عَبْد اللَّه بْن رِئَاب بِكَسْرِ الرَّاء ثُمَّ يَاء مَهْمُوزَة وَآخِره مُوَحَّدَة ، وَالْكَلْبِيّ مَتْرُوك وَأَبُو صَالِح لَمْ يُدْرِك جَابِرًا هَذَا ، وَأَخْرَجَ الطَّبَرِيُّ مِنْ طَرِيق سَعِيد بْن أَبِي عَرُوبَة عَنْ قَتَادَةَ وَالْحَسَن " مَا يَلْفِظ مِنْ قَوْل " مَا يَتَكَلَّم بِهِ مِنْ شَيْء إِلَّا كُتِبَ عَلَيْهِ وَكَانَ عِكْرِمَة يَقُول إِنَّمَا ذَلِكَ فِي الْخَيْر وَالشَّرّ . قُلْت : وَيُجْمَع بَيْنهمَا بِرِوَايَةِ عَلِيِّ بْن أَبِي طَلْحَة الْمَذْكُورَة .
قَوْله ( يُحَرِّفُونَ : يُزِيلُونَ )
لَمْ أَرَ هَذَا مَوْصُولًا مِنْ كَلَام اِبْن عَبَّاس مِنْ وَجْه ثَابِت مَعَ أَنَّ الَّذِي قَبْله مِنْ كَلَامه وَكَذَا الَّذِي بَعْده ، وَهُوَ قَوْله " دِرَاسَتهمْ : تِلَاوَتهمْ " وَمَا بَعْده ، وَأَخْرَجَ جَمِيع ذَلِكَ اِبْن أَبِي حَاتِم مِنْ طَرِيق عَلِيّ بْن أَبِي طَلْحَة عَنْ اِبْن عَبَّاس ، وَقَدْ تَقَدَّمَ فِي بَاب قَوْله " كُلّ يَوْم هُوَ فِي شَأْن " عَنْ اِبْن عَبَّاس مَا يُخَالِف مَا ذَكَرَ هُنَا وَهُوَ تَفْسِير يُحَرِّفُونَ بِقَوْلِهِ يُزِيلُونَ ، نَعَمْ أَخْرَجَهُ اِبْن أَبِي حَاتِم مِنْ طَرِيق وَهْب بْن مُنَبِّه ، وَقَالَ أَبُو عُبَيْدَة فِي كِتَاب الْمَجَاز فِي قَوْله يُحَرِّفُونَ الْكَلِم عَنْ مَوَاضِعه قَالَ : يُقَلِّبُونَ وَيُغَيِّرُونَ ، وَقَالَ الرَّاغِب التَّحْرِيف الْإِمَالَة وَتَحْرِيف الْكَلَام أَنْ يَجْعَلهُ عَلَى حَرْف مِنْ الِاحْتِمَال بِحَيْثُ يُمْكِن حَمْله عَلَى وَجْهَيْنِ فَأَكْثَر .
قَوْله ( وَلَيْسَ أَحَدٌ يُزِيل لَفْظ كِتَاب اللَّه مِنْ كُتُب اللَّه عَزَّ وَجَلَّ وَلَكِنَّهُمْ يُحَرِّفُونَهُ : يَتَأَوَّلُونَهُ عَنْ غَيْر تَأْوِيله )
فِي رِوَايَة الْكُشْمِيهَنِيِّ " يَتَأَوَّلُونَهُ عَلَى غَيْر تَأْوِيله " قَالَ شَيْخنَا اِبْن الْمُلَقِّن فِي شَرْحه هَذَا الَّذِي قَالَهُ أَحَدُ الْقَوْلَيْنِ فِي تَفْسِير هَذِهِ الْآيَة وَهُوَ مُخْتَاره - أَيْ الْبُخَارِيّ - وَقَدْ صَرَّحَ كَثِير مِنْ أَصْحَابنَا بِأَنَّ الْيَهُود وَالنَّصَارَى بَدَّلُوا التَّوْرَاة وَالْإِنْجِيل وَفَرَّعُوا عَلَى ذَلِكَ جَوَاز اِمْتِهَان أَوْرَاقهمَا وَهُوَ يُخَالِف مَا قَالَهُ الْبُخَارِيّ هُنَا اِنْتَهَى . وَهُوَ كَالصَّرِيحِ فِي أَنَّ قَوْله " وَلَيْسَ أَحَد " إِلَى آخِره مِنْ كَلَامِ الْبُخَارِيّ ذَيَّلَ بِهِ تَفْسِير اِبْنِ عَبَّاس وَهُوَ يَحْتَمِل أَنْ يَكُون بَقِيَّة كَلَامِ اِبْنِ عَبَّاس فِي تَفْسِير الْآيَة ، وَقَالَ بَعْض الشُّرَّاح الْمُتَأَخِّرِينَ اُخْتُلِفَ فِي هَذِهِ الْمَسْأَلَة عَلَى أَقْوَال أَحَدُهَا : أَنَّهَا بُدِّلَتْ كُلّهَا وَهُوَ مُقْتَضَى الْقَوْل الْمَحْكِيّ بِجَوَازِ الِامْتِهَان وَهُوَ إِفْرَاط ، وَيَنْبَغِي حَمْل إِطْلَاق مَنْ أَطْلَقَهُ عَلَى الْأَكْثَر وَإِلَّا فَهِيَ مُكَابَرَة ، وَالْآيَات وَالْأَخْبَار كَثِيرَةٌ فِي أَنَّهُ بَقِيَ مِنْهَا أَشْيَاء كَثِيرَة لَمْ تُبَدَّل ، مِنْ ذَلِكَ قَوْله تَعَالَى ( الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ الرَّسُول النَّبِيّ الْأُمِّيّ الَّذِي يَجِدُونَهُ مَكْتُوبًا عِنْدهمْ فِي التَّوْرَاة وَالْإِنْجِيل ) الْآيَة ، وَمِنْ ذَلِكَ قِصَّة رَجْم الْيَهُودِيَّيْنِ وَفِيهِ وُجُود آيَة الرَّجْم ، وَيُؤَيِّدهُ قَوْله تَعَالَى ( قُلْ فَأْتُوا بِالتَّوْرَاةِ فَاتْلُوهَا إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ ) ثَانِيهَا : أَنَّ التَّبْدِيل وَقَعَ وَلَكِنْ فِي مُعْظَمهَا وَأَدِلَّته كَثِيرَةٌ وَيَنْبَغِي حَمْل الْأَوَّل عَلَيْهِ ، ثَالِثهَا : وَقَعَ فِي الْيَسِير مِنْهَا وَمُعْظَمهَا بَاقٍ عَلَى حَالِهِ ، وَنَصَرَهُ الشَّيْخ تَقِيّ الدِّين بْن تَيْمِيَةَ فِي كِتَابه الرَّدّ الصَّحِيح عَلَى مَنْ بَدَّلَ دِين الْمَسِيح ، رَابِعُهَا : إِنَّمَا وَقَعَ التَّبْدِيل وَالتَّغْيِير فِي الْمَعَانِي لَا فِي الْأَلْفَاظ وَهُوَ الْمَذْكُور هُنَا ، وَقَدْ سُئِلَ اِبْن تَيْمِيَةَ عَنْ هَذِهِ الْمَسْأَلَة مُجَرَّدًا فَأَجَابَ فِي فَتَاوِيه أَنَّ لِلْعُلَمَاءِ فِي ذَلِكَ قَوْلَيْنِ ، وَاحْتَجَّ لِلثَّانِي مِنْ أَوْجُهٍ كَثِيرَةِ مِنْهَا قَوْله تَعَالَى ( لَا مُبَدِّل لِكَلِمَاتِهِ ) وَهُوَ مُعَارَض بِقَوْلِهِ تَعَالَى ( فَمَنْ بَدَّلَهُ بَعْدَمَا سَمِعَهُ فَإِنَّمَا إِثْمه عَلَى الَّذِينَ يُبَدِّلُونَهُ ) وَلَا يَتَعَيَّنْ الْجَمْع بِمَا ذُكِرَ مِنْ الْحَمْل عَلَى اللَّفْظ فِي النَّفْي وَعَلَى الْمَعْنَى فِي الْإِثْبَات لِجَوَازِ الْحَمْل فِي النَّفْي عَلَى الْحُكْم وَفِي الْإِثْبَات عَلَى مَا هُوَ أَعَمّ مِنْ اللَّفْظ وَالْمَعْنَى ، وَمِنْهَا أَنَّ نَسْخ التَّوْرَاة فِي الشَّرْق وَالْغَرْب وَالْجَنُوب وَالشَّمَال لَا يَخْتَلِف وَمِنْ الْمُحَال أَنْ يَقَع التَّبْدِيل فَيَتَوَارَد النَّسْخ بِذَلِكَ عَلَى مِنْهَاج وَاحِد ، وَهَذَا اِسْتِدْلَال عَجِيب ؛ لِأَنَّهُ إِذَا جَازَ وُقُوع التَّبْدِيل جَازَ إِعْدَام الْمُبْدَل وَالنَّسْخ الْمَوْجُودَة الْآنَ هِيَ الَّتِي اِسْتَقَرَّ عَلَيْهَا الْأَمْر عِنْدهمْ عِنْد التَّبْدِيل وَالْأَخْبَار بِذَلِكَ طَافِحَة ، أَمَّا فِيمَا يَتَعَلَّق بِالتَّوْرَاةِ فَلِأَنَّ بُخْتَنَصَّر لَمَّا غَزَا بَيْت الْمَقْدِس وَأَهْلَكَ بَنِي إِسْرَائِيل وَمَزَّقَهُمْ بَيْن قَتِيل وَأَسِير وَأَعْدَمَ كُتُبهمْ حَتَّى جَاءَ عُزَيْر فَأَمْلَاهَا عَلَيْهِمْ ، وَأَمَّا فِيمَا يَتَعَلَّق بِالْإِنْجِيلِ فَإِنَّ الرُّوم لَمَّا دَخَلُوا فِي النَّصْرَانِيَّة جَمَعَ مَلِكُهُمْ أَكَابِرَهُمْ عَلَى مَا فِي الْإِنْجِيل الَّذِي بِأَيْدِيهِمْ وَتَحْرِيفهمْ الْمَعَانِي لَا يُنْكَر بَلْ هُوَ مَوْجُود عِنْدهمْ بِكَثْرَةٍ وَإِنَّمَا النِّزَاع هَلْ حُرِّفَتْ الْأَلْفَاظ أَوْ لَا ؟ وَقَدْ وُجِدَ فِي الْكِتَابَيْنِ مَا لَا يَجُوز أَنْ يَكُون بِهَذِهِ الْأَلْفَاظ مِنْ عِنْد اللَّه عَزَّ وَجَلَّ أَصْلًا ، وَقَدْ سَرَدَ أَبُو مُحَمَّد بْن حَزْم فِي كِتَابه الْفَصْل فِي الْمِلَل وَالنِّحَل أَشْيَاء كَثِيرَةِ مِنْ هَذَا الْجِنْس ، مِنْ ذَلِكَ أَنَّهُ ذَكَرَ أَنَّ فِي أَوَّلِ فَصْل فِي أَوَّلِ وَرَقَة مِنْ تَوْرَاة الْيَهُود الَّتِي عِنْد رُهْبَانهمْ وَقُرَّائِهِمْ وَعَانَاتهمْ وَعِيسَوِيِّهِمْ حَيْثُ كَانُوا فِي الْمَشَارِق وَالْمَغَارِب لَا يَخْتَلِفُونَ فِيهَا عَلَى صِفَة وَاحِدَة لَوْ رَامَ أَحَدٌ أَنْ يَزِيد فِيهَا لَفْظَة أَوْ يُنْقِص مِنْهَا لَفْظَة لَافْتَضَحَ عِنْدهمْ مُتَّفَقًا عَلَيْهَا عِنْدهمْ إِلَى الْأَحْبَار الْهَارُونِيَّة الَّذِينَ كَانُوا قَبْل الْخَرَاب الثَّانِي يَذْكُرُونَ أَنَّهَا مُبَلَّغَة مِنْ أُولَئِكَ إِلَى عِزْرَا الْهَارُونِيّ ، وَأَنَّ اللَّه تَعَالَى قَالَ لَمَّا أَكَلَ آدَمُ مِنْ الشَّجَرَة : هَذَا آدَمُ قَدْ صَارَ كَوَاحِدٍ مِنَّا فِي مَعْرِفَة الْخَيْر وَالشَّرّ وَأَنَّ السَّحَرَة عَمِلُوا لِفِرْعَوْن نَظِير مَا أَرْسَلَ عَلَيْهِمْ مِنْ الدَّم وَالضَّفَادِع وَأَنَّهُمْ عَجَزُوا عَنْ الْبَعُوض وَأَنَّ اِبْنَتَيْ لُوط بَعْد هَلَاك قَوْمه ضَاجَعَتْ كُلّ مِنْهُمَا أَبَاهَا بَعْد أَنْ سَقَتْهُ الْخَمْر فَوَطِئَ كُلًّا مِنْهُمَا فَحَمَلَتَا مِنْهُ إِلَى غَيْر ذَلِكَ مِنْ الْأُمُور الْمُنْكَرَة الْمُسْتَبْشَعَة ، وَذَكَرَ فِي مَوَاضِع أُخْرَى أَنَّ التَّبْدِيل وَقَعَ فِيهَا إِلَى أَنْ أُعْدِمَتْ فَأَمْلَاهَا عِزْرَا الْمَذْكُور عَلَى مَا هِيَ عَلَيْهِ الْآن ثُمَّ سَاقَ أَشْيَاء مِنْ نَصّ التَّوْرَاة الَّتِي بِأَيْدِيهِمْ الْآن الْكَذِب فِيهَا ظَاهِرٌ جِدًّا ثُمَّ قَالَ : وَبَلَغَنَا عَنْ قَوْم مِنْ الْمُسْلِمِينَ يُنْكِرُونَ أَنَّ التَّوْرَاة وَالْإِنْجِيل اللَّتَيْنِ بِأَيْدِي الْيَهُود وَالنَّصَارَى مُحَرَّفَانِ وَالْحَامِل لَهُمْ عَلَى ذَلِكَ قِلَّة مُبَالَاتهمْ بِنُصُوصِ الْقُرْآن وَالسُّنَّة وَقَدْ اِشْتَمَلَا عَلَى أَنَّهُمْ ( يُحَرِّفُونَ الْكَلِم عَنْ مَوَاضِعه ) وَ ( يَقُولُونَ عَلَى اللَّه الْكَذِب وَهُمْ يَعْلَمُونَ ، وَيَقُولُونَ هُوَ مِنْ عِنْد اللَّه وَمَا هُوَ مِنْ عِنْد اللَّه . وَ " لِمَ تَلْبِسُونَ الْحَقّ بِالْبَاطِلِ وَتَكْتُمُونَ الْحَقّ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ " ) ، وَيُقَال لِهَؤُلَاءِ الْمُنْكِرِينَ : قَدْ قَالَ اللَّه تَعَالَى فِي صِفَة الصَّحَابَة ( ذَلِكَ مَثَلهمْ فِي التَّوْرَاة وَمَثَلهمْ فِي الْإِنْجِيل كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْأَهُ ) إِلَى آخِر السُّورَة ، وَلَيْسَ بِأَيْدِي الْيَهُود وَالنَّصَارَى شَيْء مِنْ هَذَا وَيُقَال لِمَنْ اِدَّعَى أَنَّ نَقْلهمْ نَقْل مُتَوَاتِر قَدْ اِتَّفَقُوا عَلَى أَنْ لَا ذِكْر لِمُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْكِتَابَيْنِ ، فَإِنْ صَدَّقْتُمُوهُمْ فِيمَا بِأَيْدِيهِمْ لِكَوْنِهِ نُقِلَ نَقْل الْمُتَوَاتِر فَصَدَّقُوهُمْ فِيمَا زَعَمُوهُ أَنْ لَا ذِكْر لِمُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَا أَصْحَابه ، وَإِلَّا فَلَا يَجُوز تَصْدِيق بَعْض وَتَكْذِيب بَعْض مَعَ مَجِيئِهِمَا مَجِيئًا وَاحِدًا اِنْتَهَى كَلَامُهُ وَفِيهِ فَوَائِد ، وَقَالَ الشَّيْخ بَدْر الدِّين الزَّرْكَشِيّ : اِغْتَرَّ بَعْض الْمُتَأَخِّرِينَ بِهَذَا - يَعْنِي بِمَا قَالَ الْبُخَارِيّ - فَقَالَ إِنَّ فِي تَحْرِيف التَّوْرَاة خِلَافًا هَلْ هُوَ فِي اللَّفْظ وَالْمَعْنَى أَوْ فِي الْمَعْنَى فَقَطْ ، وَمَالَ إِلَى الثَّانِي وَرَأَى جَوَاز مُطَالَعَتهَا وَهُوَ قَوْل بَاطِل ، وَلَا خِلَاف أَنَّهُمْ حَرَّفُوا وَبَدَّلُوا ، وَالِاشْتِغَال بِنَظَرِهَا وَكِتَابَتهَا لَا يَجُوز بِالْإِجْمَاعِ ، وَقَدْ غَضِبَ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِين رَأَى مَعَ عُمَر صَحِيفَة فِيهَا شَيْء مِنْ التَّوْرَاة ، وَقَالَ : لَوْ كَانَ مُوسَى حَيًّا مَا وَسِعَهُ إِلَّا اِتِّبَاعِي وَلَوْلَا أَنَّهُ مَعْصِيَة مَا غَضِبَ فِيهِ . قُلْت : إِنْ ثَبَتَ الْإِجْمَاع فَلَا كَلَام فِيهِ وَقَدْ قَيَّدَهُ بِالِاشْتِغَالِ بِكِتَابَتِهَا وَنَظَرهَا فَإِنْ أَرَادَ مَنْ يَتَشَاغَل بِذَلِكَ دُونَ غَيْره فَلَا يَحْصُل الْمَطْلُوب ؛ لِأَنَّهُ يُفْهِم أَنَّهُ لَوْ تَشَاغَلَ بِذَلِكَ مَعَ تَشَاغُله بِغَيْرِهِ جَازَ وَإِنْ أَرَادَ مُطْلَق التَّشَاغُل فَهُوَ مَحَلّ النَّظَر ، وَفِي وَصْفه الْقَوْل الْمَذْكُور بِالْبُطْلَانِ مَعَ مَا تَقَدَّمَ نَظَر أَيْضًا ، فَقَدْ نُسِبَ لِوَهْبِ بْن مُنَبِّه وَهُوَ مِنْ أَعْلَم النَّاس بِالتَّوْرَاةِ ، وَنُسِبَ أَيْضًا لِابْنِ عَبَّاس تُرْجُمَان الْقُرْآن وَكَانَ يَنْبَغِي لَهُ تَرْك الدَّفْع بِالصَّدْرِ وَالتَّشَاغُل بِرَدِّ أَدِلَّة الْمُخَالِف الَّتِي حَكَيْتهَا ، وَفِي اِسْتِدْلَاله عَلَى عَدَم الْجَوَاز الَّذِي اِدَّعَى الْإِجْمَاع فِيهِ بِقِصَّةِ عُمَر نَظَر أَيْضًا سَأَذْكُرُهُ بَعْد تَخْرِيج الْحَدِيث الْمَذْكُور ، وَقَدْ أَخْرَجَهُ أَحْمَد وَالْبَزَّار وَاللَّفْظ لَهُ مِنْ حَدِيث جَابِر قَالَ : نَسَخَ عُمَر كِتَابًا مِنْ التَّوْرَاة بِالْعَرَبِيَّةِ فَجَاءَ بِهِ إِلَى النَّبِيّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَجَعَلَ يَقْرَأ وَوَجْه رَسُول اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَغَيَّر . فَقَالَ لَهُ رَجُل مِنْ الْأَنْصَار : وَيْحك يَا اِبْن الْخَطَّاب أَلَا تَرَى وَجْه رَسُول اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ؟ فَقَالَ رَسُول اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ " لَا تَسْأَلُوا أَهْل الْكِتَاب عَنْ شَيْء فَإِنَّهُمْ لَنْ يَهْدُوكُمْ وَقَدْ ضَلُّوا ، وَإِنَّكُمْ إِمَّا أَنْ تُكَذِّبُوا بِحَقٍّ أَوْ تُصَدِّقُوا بِبَاطِلٍ ، وَاَللَّه لَوْ كَانَ مُوسَى بَيْن أَظْهُركُمْ مَا حَلَّ لَهُ إِلَّا أَنْ يَتَّبِعنِي " وَفِي سَنَده جَابِر الْجُعْفِيُّ وَهُوَ ضَعِيف ، وَلِأَحْمَد أَيْضًا وَأَبِي يَعْلَى مِنْ وَجْه آخَر عَنْ جَابِر أَنَّ عُمَر أَتَى بِكِتَابٍ أَصَابَهُ مِنْ بَعْض كُتُب أَهْل الْكِتَاب فَقَرَأَهُ عَلَى النَّبِيّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَغَضِبَ فَذَكَرَ نَحْوَهُ دُون قَوْل الْأَنْصَارِيّ وَفِيهِ : " وَاَلَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَوْ أَنَّ مُوسَى حَيًّا مَا وَسِعَهُ إِلَّا أَنْ يَتَّبِعنِي " وَفِي سَنَده مُجَالِد بْن سَعِيد وَهُوَ لَيِّن ، وَأَخْرَجَهُ الطَّبَرَانِيُّ بِسَنَدٍ فِيهِ مَجْهُول وَمُخْتَلَف فِيهِ عَنْ أَبِي الدَّرْدَاء " جَاءَ عُمَر بِجَوَامِع مِنْ التَّوْرَاة فَذَكَرَ بِنَحْوِهِ " وَسَمَّى الْأَنْصَارِيّ الَّذِي خَاطَبَ عُمَر عَبْد اللَّه بْن زَيْد الَّذِي رَأَى الْأَذَان ، وَفِيهِ " لَوْ كَانَ مُوسَى بَيْن أَظْهُركُمْ ثُمَّ اِتَّبَعْتُمُوهُ وَتَرَكْتُمُوهُ لَضَلَلْتُمْ ضَلَالًا بَعِيدًا " وَأَخْرَجَهُ أَحْمَدُ وَالطَّبَرَانِيُّ مِنْ حَدِيث عَبْد اللَّه بْن ثَابِت قَالَ " جَاءَ عُمَر فَقَالَ يَا رَسُول اللَّه إِنِّي مَرَرْت بِأَخٍ لِي مِنْ بَنِي قُرَيْظَة فَكَتَبَ لِي جَوَامِع مِنْ التَّوْرَاة أَلَا أَعْرِضهَا عَلَيْك ؟ قَالَ : فَتَغَيَّرَ وَجْه رَسُول اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ " الْحَدِيث وَفِيهِ " وَاَلَّذِي نَفْس مُحَمَّد بِيَدِهِ لَوْ أَصْبَحَ مُوسَى فِيكُمْ ثُمَّ اِتَّبَعْتُمُوهُ وَتَرَكْتُمُونِي لَضَلَلْتُمْ " وَأَخْرَجَ أَبُو يَعْلَى مِنْ طَرِيق خَالِد بْن عُرْفُطَة قَالَ : كُنْت عِنْد عُمَر فَجَاءَهُ رَجُل مِنْ عَبْد الْقَيْس فَضَرَبَهُ بِعَصًا مَعَهُ فَقَالَ مَا لِي يَا أَمِير الْمُؤْمِنِينَ ؟ قَالَ أَنْتَ الَّذِي نَسَخْت كِتَاب دَانْيَال قَالَ مُرْنِي بِأَمْرِك قَالَ اِنْطَلِقْ فَامْحُهُ فَلَئِنْ بَلَغَنِي أَنَّك قَرَأْته أَوْ أَقْرَأْته لَأُنْهِكَنَّك عُقُوبَة ، ثُمَّ قَالَ اِنْطَلَقْت فَانْتَسَخْت كِتَابًا مِنْ أَهْل الْكِتَاب ثُمَّ جِئْت فَقَالَ لِي رَسُول اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا هَذَا قُلْت كِتَاب انْتَسَخْته لِنَزْدَادَ بِهِ عِلْمًا إِلَى عِلْمنَا فَغَضِبَ حَتَّى اِحْمَرَّتْ وَجْنَتَاهُ فَذَكَرَ قِصَّة فِيهَا : يَا أَيُّهَا النَّاس إِنِّي قَدْ أُوتِيت جَوَامِع الْكَلِم وَخَوَاتِمه وَاخْتُصِرَ لِي الْكَلَام اِخْتِصَارًا وَلَقَدْ أَتَيْتُكُمْ بِهَا بَيْضَاء نَقِيَّة فَلَا تَتَهَوَّكُوا ، وَفِي سَنَده عَبْد الرَّحْمَن بْن إِسْحَاق الْوَاسِطِيُّ وَهُوَ ضَعِيف ، وَهَذِهِ جَمِيع طُرُق هَذَا الْحَدِيث وَهِيَ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيهَا مَا يُحْتَجّ بِهِ لَكِنَّ مَجْمُوعهَا يَقْتَضِي أَنَّ لَهَا أَصْلًا ، وَاَلَّذِي يَظْهَر أَنَّ كَرَاهِيَةَ ذَلِكَ لِلتَّنْزِيهِ لَا لِلتَّحْرِيمِ وَالْأَوْلَى فِي هَذِهِ الْمَسْأَلَة التَّفْرِقَة بَيْن مَنْ لَمْ يَتَمَكَّن وَيَصِرْ مِنْ الرَّاسِخِينَ فِي الْإِيمَان فَلَا يَجُوز لَهُ النَّظَر فِي شَيْء مِنْ ذَلِكَ بِخِلَافِ الرَّاسِخ فَيَجُوز لَهُ وَلَا سِيَّمَا عِنْد الِاحْتِيَاج إِلَى الرَّدّ عَلَى الْمُخَالِف ، وَيَدُلّ عَلَى ذَلِكَ نَقْلُ الْأَئِمَّة قَدِيمًا وَحَدِيثًا مِنْ التَّوْرَاة وَإِلْزَامهمْ الْيَهُود بِالتَّصْدِيقِ بِمُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمَا يَسْتَخْرِجُونَهُ مِنْ كِتَابهمْ ، وَلَوْلَا اِعْتِقَادهمْ جَوَاز النَّظَر فِيهِ لَمَا فَعَلُوهُ وَتَوَارَدُوا عَلَيْهِ ، وَأَمَّا اِسْتِدْلَاله لِلتَّحْرِيمِ بِمَا وَرَدَ مِنْ الْغَضَب وَدَعْوَاهُ أَنَّهُ لَوْ لَمْ يَكُنْ مَعْصِيَة مَا غَضِبَ مِنْهُ فَهُوَ مُعْتَرَض بِأَنَّهُ قَدْ يَغْضَب مِنْ فِعْل الْمَكْرُوه وَمِنْ فِعْل مَا هُوَ خِلَاف الْأَوْلَى إِذَا صَدَرَ مِمَّنْ لَا يَلِيق مِنْهُ ذَلِكَ ، كَغَضَبِهِ مِنْ تَطْوِيل مُعَاذ صَلَاة الصُّبْح بِالْقِرَاءَةِ ، وَقَدْ يَغْضَب مِمَّنْ يَقَع مِنْهُ تَقْصِير فِي فَهْم الْأَمْر الْوَاضِح مِثْل الَّذِي سَأَلَ عَنْ لُقَطَة الْإِبِل ، وَقَدْ تَقَدَّمَ فِي " كِتَاب الْعِلْم " الْغَضَب فِي الْمَوْعِظَة ، وَمَضَى فِي " كِتَاب الْأَدَب " مَا يَجُوز مِنْ الْغَضَب .

Referensi Pendukung:

فتاوى اللجنة الدائمة للبحوث العلمية والإفتاء - (ج 14 / ص 418)
ثبت عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه غضب حين رأى مع عمر بن الخطاب رضي الله عنه صحيفة فيها شيء من التوراة، وقال عليه الصلاة والسلام: « أفي شك أنت يا بن الخطاب؟ ألم آت بها بيضاء نقية؟! لو كان أخي موسى حيا ما وسعه إلا اتباعي » (1) رواه أحمد والدارمي وغيرهما.
_________
(1) أخرجه أحمد 3 / 387، والدارمي في المقدمة 1 / 115-116، والبزار (كشف الأستار) 1 / 78-79 برقم (124)، وابن أبي عاصم في السنة 1 / 27 برقم (50)، وابن عبد البر في جامع بيان العلم وفضله (باب في مطالعة كتب أهل الكتاب والرواية عنهم) 1 / 42 (ط: المنيرية).

إحياء علوم الدين - (ج 1 / ص 15)
اعلم أن الفرض لا يتميز عن غيره إلا بذكر أقسام العلوم والعلوم بالإضافة إلى الغرض الذي نحن بصدده تنقسم إلى شرعية وغير شرعية؛ وأعني بالشرعية ما استفيد من الأنبياء صلوات الله عليهم وسلامه، ولا يرشد العقل إليه مثل الحساب، ولا التجربة مثل الطب، ولا السماع مثل اللغة: فالعلوم التي ليست بشرعية تنقسم إلى ما هو محمود وإلى ما هو مذموم وإلى ما هو مباح، فالمحمود ما يرتبط به مصالح أمور الدنيا كالطب والحساب وذلك ينقسم إلى ما هو فرض كفاية وإلى ما هو فضيلة وليس بفريضة: أما فرض الكفاية فهو علم لا يستغني عنه في قوام أمور الدنيا كالطب، إذ هو ضروري في حاجة بقاء الأبدان. وكالحساب؛ فإنه ضروري في المعاملات وقسمة الوصايا والمواريث وغيرهما. وهذه هي العلوم التي لو خلا البلد عمن يقوم بها حرج أهل البلد. وإذا قام بها واحد كفى وسقط الفرض عن الآخرين. فلا يتعجب من قولنا إن الطب والحساب من فروض الكفايات فإن أصول الصناعات أيضاً من فروض الكفايات فإن أصول الصناعات أيضاً من فروض الكفايات كالفلاحة والحياكة والسياسة بل الحجامة والخياطة

Baca Terusnya..

DARAH SETELAH KURETASE

SOAL :
Assalamu’alaikum Warohmatulloh Wabarokatuh
Saya santri komplek Q mo tanya, apa hukum darah setelah melakukan kuret. Apakah termasuk darah haid, nifas, or…… Mohon disebutkan juga referensi kitabnya (kalau ada 5 kitab). Matursuwun before.
(Pertanyaan dari : +6281804216XXX)


JAWAB:
Wa ‘alaikumusssalam Warohmatulloh Wabarokatuh
Tentang darah kuret setelah keguguran, darah tersebut tetap dihukumi dengan darah nifas, meskipun janin yang keluar tersebut masih berupa gumpalan darah (علقة:usia kandungan lebih dari 40 hari s/d 80 hari) maupun gumpalan daging (مضغة:usia kandungan lebih dari 80 hari s/d 120 hari)

Catatan :
Menurut pendapat yang paling shohih, Jika wanita yang keguguran itu tidak melihat darah sama sekali setelah 15 hari, kemudian dia melihat darah, maka darah tersebut dihukumi darah haidl.
Adapun darah yang keluar bersamaan dengan bayi atau bersamaan dengan sakitnya melahirkan, maka dihukumi darah rusak (fasid/ istihadloh), kecuali jika sebelumnya bersambung dengan darah haidl, maka tetap dihukumi darah haidl, meskipun langka terjadi di dunia yang fana dan penuh dengan keajaiban ini.
REFERENSI :
· Kifayah Al Akhyar, Juz II, hal. 74
· Asna Al Mathoolib, Juz II, hal. 162
· Roudloh Al Tholibin, Juz I, hal. 64
· Kasyifah Al Sajaa li Nawawiy Al Jawiy, Juz I, hal. 57
· Hasyiyah Al Qulyubi wa Al Umairoh, Juz II, hal. 53
· Tuhfah Al Muhtaj ‘Ala Syarhi Al Minhaj, Juz IV, hal. 184
· Majmu’ ‘Ala Syarh Al Muhadzab, Juz II, hal. 529
· Bughyah Al Mustarsyidin, Juz I, hal. 60

كفاية الأخيار في حل غاية الإختصار - (ج 1 / ص 74(
وأما دم النفاس فهو الخارج عقيب ولادة ما تنقضي به العدة سواء وضعته حياً أو ميتاً كاملاً كان أو ناقصاً وكذا لو وضعت علقة أو مضغة جزم به في الروضة

أسنى المطالب - (ج 2 / ص 162(
(وَإِنْ كَانَ ) الْوَلَدُ ( عَلَقَةً ) أَوْ مُضْغَةً فَإِنَّ الدَّمَ الْخَارِجَ بَعْدَهُ نِفَاسٌ
روضة الطالبين وعمدة المفتين - (ج 1 / ص 64)
أكثره ستون يوما على المشهور وحكى أبو عيسى الترمذي عن الشافعي أنه أربعون وغالبه أربعون ولا حد لأقله بل يثبت حكم النفاس لما وجدته وإن قل وقال المزني أقله أربعة أيام وسواء في حكم النفاس كان الولد كامل الخلقة أو ناقصها أو حيا أو ميتا ولو ألقت مضغة أو علقة وقال القوابل إنه مبتدأ خلق آدمي فالدم الموجود بعده نفاس

كاشفة السجا لنووي الجاوي - (ج 1 / ص 57)
(و) رابعها: (النفاس) وهو الدم الخارج عقب فراغ رحم المرأة من الحمل ولو علقة أو مضغة وقبل مضي أقل الطهر خرج بذلك الدم الخارج مع الولد أو حالة الطلق فهو دم فساد إن لم يتصل بحيض قبله وإلا فهو حيض بناء على أن الحامل قد تحيض وهو الأصح، فلو لم تر الدم إلا بعد مضي خمسة عشر يوماً من الولادة فلا نفاس لها، فإن رأته قبل ذلك وبعد الولادة بأن تأخر خروجه عنها فابتداؤه من رؤية الدم ومن النقاء منه لا نفاس فيه لكنه محسوب من الستين فيجب قضاء الصلاة التي فاتت فيه
حاشيتا قليوبي - وعميرة - (ج 2 / ص 53)
قَوْلُ الشَّارِحِ : ( أَيْ الدَّمُ الَّذِي أَوَّلُهُ يَعْقُبُ الْوِلَادَةِ ) مِثْلُهُ لَوْ وَلَدَتْ وَلَدًا جَافًّا ثُمَّ رَأَتْ الدَّمَ قَبْلَ خَمْسَةَ عَشَرَ فَإِنَّهَا نُفَسَاءُ مِنْ حِينِ الْوِلَادَةِ عَلَى الْأَصَحِّ ، وَقَوْلُهُ : الْوِلَادَةُ ، أَيْ وَلَوْ عَلَقَةً أَوْ مُضْغَةً ، وَلَوْ خَرَجَ بَيْنَ تَوْأَمَيْنِ فَهُوَ حَيْضٌ لَا نِفَاسٌ .
( تَنْبِيهٌ ) لَوْ وَلَدَتْ وَلَمْ تَرَ دَمًا أَصْلًا إلَّا بَعْدَ خَمْسَةَ عَشَرَ يَوْمًا ، قَالَ : فَلَا نِفَاسَ لَهَا بِالْكُلِّيَّةِ فِي أَصَحِّ الْوَجْهَيْنِ كَمَا قَالَهُ فِي شَرْحِ الْمُهَذَّبِ ، انْتَهَى………
قَالَ الْإِسْنَوِيُّ : أَبْدَى الْأُسْتَاذُ أَبُو سَهْلٍ الصُّعْلُوكِيُّ لِذَلِكَ مَعْنَى لَطِيفًا دَقِيقًا نَقَلَهُ عَنْ ابْنِ الصَّلَاحِ فِي فَرَائِدِ رِحْلَتِهِ وَهُوَ أَنَّ الْمَنِيَّ يَمْكُثُ فِي الرَّحِمِ أَرْبَعِينَ يَوْمًا لَا يَتَغَيَّرُ ، ثُمَّ يَمْكُثُ مِثْلَهَا عَلَقَةً ، ثُمَّ يَمْكُثُ مِثْلَهَا مُضْغَةً ، ثُمَّ يُنْفَخُ فِيهِ الرُّوحُ ، وَالْوَلَدُ يَتَغَذَّى بِدَمِ الْحَيْضِ ، وَحِينَئِذٍ فَلَا يَجْتَمِعُ الدَّمُ مِنْ حِينِ النَّفْخِ لِأَنَّهُ غِذَاءٌ لِلْوَلَدِ ، وَإِنَّمَا يَجْتَمِعُ قَبْلَ ذَلِكَ ، وَمَجْمُوعُ الْمُدَّةِ السَّابِقَةِ أَرْبَعَةُ أَشْهُرٍ وَأَكْثَرُ الْحَيْضِ خَمْسَةَ عَشَرَ يَوْمًا ، فَيَكُونُ أَكْثَرُهُ سِتِّينَ يَوْمًا ، انْتَهَى .
تحفة المحتاج في شرح المنهاج - (ج 4 / ص 184)
( قَوْلُهُ بَعْدَ فَرَاغِ الرَّحِمِ ) أَيْ مِنْ الْحَمْلِ وَلَوْ عَلَقَةً أَوْ مُضْغَةً أَيْ وَقَبْلَ مُضِيِّ خَمْسَةَ عَشَرَ يَوْمًا فَإِنْ كَانَ بَعْدَ ذَلِكَ لَمْ يَكُنْ نِفَاسًا كَمَا يَأْتِي ع ش وَشَيْخُنَا .
المجموع شرح المهذب - (ج 2 / ص 529)
إذا ولدت ولم تر دما أصلا حتي مضى خمسة عشر يوما فصاعدا ثم رأت الدم فهل هو حيض أم نفاس فيه الوجهان أصحهما أنه حيض ذكره امام الحرمين والغزالي وغيرهما
بغية المسترشدين للسيد باعلوي الحضرمي - (ج 1 / ص 60)
(مسألة: ي): الدم الخارج للحامل بسبب الولادة قبل انفصال جميع الولد، وإن تعدد عن الرحم يسمى طلقاً، وحكمه كدم الاستحاضة فيلزمها فيه العصب والطهارة والصلاة، ولا يحرم عليها ما يحرم على الحائض حتى الوطء، أما ما يخرج لا بسبب الولادة فحيض بشرطه، نعم لو ابتدأ بها الحيض ثم ابتدأت الولادة انسحب على الطلق حكم الحيض، أي سواء مضى لها يوم وليلة قبل الطلق أم لا على خلاف في ذلك اهـ، وما خرج بعد انفصال الولد وإن بقيت المشيمة فنفاس.

Baca Terusnya..

TRANSPLANTASI ORGAN DALAM

TRANSPLANTASI ORGAN DALAM
SOAL :
Assalamu’alaikum Warohmatulloh Wabarokatuh
Gus, Bagaimana hukum tranplanstasi organ dalam (bukan bedah kulit)?
Maturnuwun nggih…
(Pertanyaan dari : +6281379569XXX)


JAWAB:
Wa ‘alaikumusssalam Warohmatulloh Wabarokatuh
Sak jane iku ngene lho…
Transplantasi adalah pemindahan jaringan atau organ dari satu tempat ke tempat yang lain. Sehingga transplantasi terbagi menjadi dua, yaitu transplantasi jaringan dan transplantasi organ.
Adapun hukum asal transplantasi itu haram, sebagaimana hadits nabi yang berbunyi :
كَسْر عَظْم الْمَيِّت كَكَسْرِهِ حَيًّا
Dalam perkembangannya, para ulama men-tafshil hal tersebut di bawah ini :
Pertama, jika transplantasi dilakukan terhadap organ mayit, maka hukumnya ditafshil :
· Jika si mayit telah memberi izin terlebih dahulu sebelum meninggal, maka transplantasi tsb. boleh dilakukan, dengan syarat sbb :
- Sakit (dlarar) yang diderita oleh pasien dapat melebihi kerusakan pencemaran kehormatan mayit yang telah diambil organnya.
- Semata-mata demi keberlangsungan hidup pasien.
- Tidak ditemukan selain dari anggota tubuh manusia
- Organ yang diambil harus dari mayit yang muhaddaraddam (darahnya tersia-siakan)
Transplantasi tersebut dapat dilakukan semata-mata karena mendahulukan perkara yang lebih penting serta adanya kaedah : الضرورات تبيح المحظورات
· Jika sebelumnya si mayit tidak memberikan wasiat (memberi izin) terlebih dahulu sebelum meninggal, maka bola “perizinan” bergulir pada keluarganya. Jika pihak keluarga si mayit memberikan izin, maka transplantasi organ tsb. boleh dilaksanakan. Jika si mayit tidak mempunyai ahli waris (atau tidak diketahui ‘jluntrungya”), maka perizinan transplantasi tersebut berada di tangan pemerintah.

Kedua, jika transplantasi dilakukan terhadap orang yang masih hidup, maka hukumnya tetap masih harus ditafshil :
· Jika transplantasi dapat menyebabkan kematian si pendonor, seperti trasplantasi hati, jantung dsb. maka transplantasi tersebut haram dilakukan secara mutlak, baik transplantasi tsb. mendapat izin dari pendonor maupun tidak. Karena izin tsb. berarti suatu pengorbanan (intihar) yang tidak “dianggap” oleh syara’. Kalo’ tidak mendapat izin, maka transplantasi tsb. berarti suatu pembunuhan terhadap diri pendonor. Jadi kedua hal tersebut di atas tetap diharamkan sebagaimana maklum adanya.
· Jika transplantasi tersebut tidak menyebabkan kematian si pendonor (dalam arti si pendonor tetap bisa hidup tanpa adanya organ itu) maka hukumnya ditafshil lagi :
- Jika organ (jaringan) yang ditranplantasi tersebut dapat diperbaharui lagi oleh tubuh maka hukumnya boleh, seperti donor darah maupun kulit.
- Jika organ (jaringan) yang ditranplantasi tersebut tidak dapat diperbaharui lagi oleh tubuh maka hukumnya haram, seperti transplantasi mata, ginjal, tangan, kaki dsb.

REFERENSI:
· Al Fiqhu Al Islami Wa Adillatuhu, Juz VII hal. 5124
· Ahkam Al Fuqoha, hal. 354-355
· Fatawi Al Azhar, Juz 10 hal. 104

الفقه الإسلامى وأدلته- )ج 7 ص 5124(
· يجوز نقل عضو من ميت إلى حي تتوقف حياته على ذلك العضو، أو تتوقف سلامة وظيفة أساسية فيه على ذلك بشرط أن يأذن الميت أو ورثته بعد موته أو بشرط موافقة ولي المسلمين إن كان المتوفى مجهول الهوية أو لا ورثة له
· يحرم نقل عضو تتوقف عليه الحياة كالقلب من إنسان حي إلى إنسان آخر
يجوز نقل العضو من جسم انسان إلى جسم إنسان آخر إن كان هذا العضو يتجدد تلقائيا كالدم والجلد

فتاوى الأزهر - (ج 10 / ص 154)
السؤال : هل يجوز نقل عضو من شخص إلى آخر ؟
الجواب : اختلفت آراء الفقهاء ورجال القانون فى هذا الموضوع ، وبعد استعراض أدلتهم وما جاء فى كتب الفقه نرى ما يأتى :
أولا : إذا كان المنقول منه ميتا ، فإن كان قد أوصى أو أذن قبل وفاته بهذا النقل فلا مانع من ذلك حيث لا يوجد دليل يعتمد عليه فى التحريم وكرامة أجزاء الميت لا تمنع من انتفاع الحى بها ، تقديما للأهم على المهم ، والضرورات تبيح المحظورات كما هو مقرر .
وإن لم يوص أو لم يأذن قبل موته ، فإن أذن أولياؤه جاز ، وإن لم يأذنوا : قيل بالمنع وقيل بالجواز ، ولا شك أن الضرورة فى إنقاذ الحى تبيح المحظور . وهذا النقل لا يصار إليه إلا للضرورة.
ثانيا : إذا كان المنقول منه حيا ، فإن كان الجزء المنقول يفضى إلى موته مثل القلب كان النقل حراما مطلقا ، أى سواء أذن فيه أم لم يأذن ، لأنه إن أذن كان انتحارا ، وإن لم يأذن كان قتلا لنفس بغير حق ، وكلاهما محرم كما هو معروف .
وإن لم يكن الجزء المنقول مفضيا إلى موته ، على معنى أنه يمكن أن يعيش بدونه فينظر : إن كان فيه تعطيل له عن واجب ، أو إعانة على محرَّم كان حراما ، وذلك كاليدين معا أو الرجلين معا ، بحيث يعجز عن كسب عيشه أو يسلك سبلا غير مشروعة وفى هذه الحالة يستوى فى الحرمة الإذن وعدم الإذن .
وإن لم يكن فيه ذلك كنقل إحدى الكليتين أو العينين أو الأسنان أو بعض الدم ، فإن كان النقل بغير إذنه حرم ، ووجب فيه العوض ، على ما هو مفصل فى كتب الفقه فى الجناية على النفس والأعضاء ، وإن كان بإذنه قال جماعة بالتحريم ، واحتج بعضهم عليه بكرامة الآدمى التى تتنافى مع انتفاع الغير بأجزائه ، وبأن ما يقطع منه يجب دفنه .

Baca Terusnya..